TUGAS MAKALAH
“PANCASILA SEBAGAI LANDASAN FILOSOFIS UNTUK
MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN SD”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“Landasan Pendidikan”
Dosen Pengampu :
Drs. Effendi Manalu, M.Pd
0011056006
Disusun Oleh :
Rahmah Khairani
1142111016
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan ke hadirat Allah swt. Yang telah memberikan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga penyusunan makalah yang
berjudul “Pancasila Sebagai Landasan Filosofis untuk Meningkatkan Mutu
Pendidikan SD” ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun dari berbagai
referensi dan informasi.
Makalah ini
menyajikan informasi tentang pentingnya pengamalan nilai – nilai Pancasila bagi
peningkatan mutu Pendidikan di Indonesia, khususnya dalam jenjang Pendidikan
Sekolah Dasar. Makalah ini disajikan dengan pemaparan yang sederhana, yang
terdiri dari hubungan Landasan Filosofis dengan pendidikan, penjelasan isi dari
sila – sila Pancasila yang berkaitan dengan peningkatan mutu Pendidikan Sekolah
Dasar, serta penerapannya.
Tak lupa pula
saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Akhirnya saya
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, dan dapat dijadikan bahan
referensi pula bagi pembacanya.
Saya
menyadari bahwa di dalam penyusunan makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan.
Karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat saya harapkan.
Medan, November 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................ 1
Daftar Isi ......................................................................................................... 2
Bab I ......................................................................................................... 3
A.
Pendahuluan .................................................................... 3
B.
Latar
Belakang Masalah .................................................................... 4
C.
Rumusan
Masalah .................................................................... 5
D.
Tujuan .................................................................... 5
Bab II ......................................................................................................... 6
A.
Filsafat
dan Pendidikan ................................................................... 6
B.
Pancasila
dan Pendidikan ................................................................... 6
1.
Pejelasan
Sila Pertama ................................................................... 6
2.
Penjelasan
Sila Kedua ................................................................... 8
3.
Penjelasan
Sila Ketiga ................................................................... 9
4.
Penjelasan
Sila Keempat ................................................................... 10
5.
Penjelasan
Sila Kelima ................................................................... 11
C.
Mutu
Pendidikan di Indonesia ................................................................... 12
a.
Hakikat
Mutu dalam Pendidikan .......................................... 12
b.
Sejarah
Perkembangan Mutu di Indonesia .......................................... 14
c. Faktor – faktor Penyebab
Rendahnya Mutu Pendidikan di Indonesia.......... 18
Bab III ............................................................................................................ 20
Penerapan Landasan Filisofis Pancasila Bagi Pendidikan
Sekolah Dasar........ 20
Bab IV ............................................................................................................. 24
Penutup ............................................................................................................ 24
a.
Kesimpulan
................................................................................ 24
b. Saran ................................................................................ 24
Daftar Pustaka ............................................................................... 25
BAB
I
A. PENDAHULUAN
Adapun maksud dan tujuan makalah ini adalah agar
kita dapat memahami nilai – nilai yang terkandung di dalam Pancasila sebagai
pedoman dan landasan filosofis pendidikan di Indonesia.
Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi
warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsistensi untuk pengembangan
mutu pendidikan khususnya Sekolah Dasar.
Bangsa Indonesia beruntung telah diberkati dengan
suatu sistem filsafat, suatu way of life, suatu pandangan hidup ialah filsafat
Pancasila yang mengkristalisasi nilai – nilainya terhampar di dalam Pembukaan
Undang – Undang Dasar 1945 yang kita rasakan paling cocok, paling adil, paling
bijaksana, paling sesuai untuk bangsa Indonesiia yang berbhineka tunggal ika.
Dengan pandangan hidup filsafat Pancasila kita tegak
sejajar dengan bangsa – bangsa lain di dunia dan berusaha membuktikan kepada
dunia luar akan kesaktian filsafat hidup kita.
Oleh karena itu, pendidikan yang berlandaskan pada
Pancasila seharusnya berjalan dengan baik, bermutu, sehingga menghasilkan
lulusan yang berpengetahuan tinggi dan dapat mengamalkan ilmunya bagi dirinya,
agama, bangsa dan negara tercinta Indonesia.
Pada makalah ini akan dijabarkan nilai – nilai yang
terkandung dalam sila pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima serta
hubungannya dengan pendidikan. Kemudian juga dijelaskan tentang apa itu mutu,
dan bagaiman mutu pendidikan di Indonesia, serta yang terakhir poin – poin
penerapan kandungan Pancasila untuk meningkatkan mutu pendidikan.
B. LATAR
BELAKANG MASALAH
Permasalahan
yang dihadapi pada dewasa ini berkaitan
dengan mutu pendidikan adalah kurangnya potensi pada diri subjek didik, peseta
didik dan seluruh warga sekolah. Pada subjek didik diharapkan mampu untuk
menguasi kelas, meyampaikan pelajaran dengan baik dan metode – metode yang
tepat. Menurut lembaga pemeringkatan mutu pendidikan dunia, Indonesia berada
pada peringkat akhir. Hal ini sangat memprihatinkan, mengingat telah banyaknya
upaya – upaya yang dilalsanakan baik dari pemerintah pusat melalui pengucuran
dana APBN sebanyak 20% untuk pendidikan, maupun dari pihak sekolah melalui
program – progaram nya masing – masing.
Pancasila
sebagai dasar negara, ideologi bangsa, serta pedoman hidup bagi rakyat
Indonesia, sesungguhnya memiliki kandungan nilai – nilai yang telah mencakup
segala bidang kehidupan. Bagi bidang pendidikan, pancasila memuat landasan
filiosofis yang bermakna. Dari sila pertama sampai sila kelima pancasila.
Namun, tidak semua bangsa Indonesia mampu dan mau menafirkan kelima sila – sila
pancasila. Padahal, bila kita semua mau berusaha mengamalakan dan melakukan
perubahan, bukan tidak mungkin mutu pendidikan Indonesia dapat diperhitungkan
di tingkat dunia. Dalam sila pertama terdapat nilai – nilai keagamaan yang
bersifat universal. Yaitu yakin dan percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Sayangnya, masih terjadi kasus korupsi yang seakan tidak ada habisnya. Jika
pada tingkat pemerintahan saja masih banyak ketidak jujuran, bagaimana dengan
tingkat bawah selanjutnya? Untuk itu sangat diperlukan kesadaran dari diri kita
masing – masing. Mulailah menanamkan sifat kejujuran pada anak usia dini. Dan
memperbaiki sifat yang salah pada diri orang dewasa.
Mutu
pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti
yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga
pengahasil sebagai produsen tenaga terhadap calon luaran, dengan sistem
sertifikasi. Selanjutnya jika luaran tersebut terjun ke lapangan kerja
penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan sistem
tes unjuk kerja (performance test). Lazimnya sesudah itu masih dilakukan
pelatihan/pemagangan bagi calon untuk penyesuaian dengan tuntutan persyaratan
kerja di lapangan.
Jadi
mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pad kualitas keluarannya. Jika tujuan
pendidikan nasional dijadikan kriteria,
maka pertanyaannya adalah : apakah luaran dari sistem pendidikan menjadi
pribadi yang bertaqwa, mandiri dan berkarya, anggota masyarakat yang sosial dan
bertanggung jawab, warganegara yang cinta kepada tanah air dan memiliki rasa
kesetiakawanan sosial.
C. RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa
pengertian filsafat?
2.
Apa
makna dan nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila?
3.
Apa
itu mutu?
4.
Bagaimana
perkembangan mutu pendidikan di Indonesia?
5.
Bagaiman
penerapan nilai – nilai Pancasila bagi pendidikan SD?
D. TUJUAN
1.
Mengetahui
pengertian filsafat.
2.
Mengetahui
makna dan nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila.
3.
Mengetahui
pengertian mutu.
4.
Mengetahui
perkembangan mutu pendidikan di Indonesia.
5.
Mengetahui
cara penerapan nilai – nilai Pancasila dalam pendidikan.
BAB
II
A. FILSAFAT
DAN PENDIDIKAN
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan
dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah – masalah
pokok seperti : Apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan , apa
yang seharusnya menjadi tujuannya, dan sebagainya. Landasan filosofis adalah
landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafat, falsafah). Kata
filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa Yunani, philein berarti mencintai, dan sophos
atau sophis berarti hikmah, arif atau
bijaksana.
Filsafat dan pendidikan merupakan hal yang tak
terpisahkan. Yang dimaksud dengan filsafat disini adalah suatu sistem nilai –
nilai, yakni suatu pandangan hidup yang diyakini oleh seseorang yang dianggap
sebagai kebenaran. Filsafat mencakup nilai
yang dijunjung tinggi yang dijadikan pedoman perbuatan. Filsafat ialah
pendapat yang sejujur – jujurnya dan sedalam – dalamnya tentang arti hidup bagi
seseorang . Bagi bangsa Indonesia, Pancasila telah menjadi pandangan dan cara
hidup bangsa. Ini berarti bahwa Pancasila merupakan landasan filsafat
pendidikan di Indonesia, atau landasan filosofisnya. Dengan demkian nilai –
nlai yang terkandung dalam Pancasila dengan lima silanya serta 36 butirnya,
sebagai satu kesatuan yang utuh dalam kondisi yang selaras, serasi, dan seimbang
menjadi dasar kehidupan manusia Indonesia yang meliputi juga pendidikannya.
B. PANCASILA
DAN PENDIDIKAN
Di dalam Pancasila terdapat nilai
– nilai pendidikan, yaitu pada sila – sila Pancasila.
1.
Penjelasan
Sila Pertama
Sila pertama berbunyi “ Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Sila pertama ini berlambang Bintang. Artinya adalah menerangi dan memberi
cahaya bagi bangsa dan negara. Terus memberi cahaya seperti tuhan yang maknanya
adalah jalan terang agar negara dapat menempuh jalan yang benar. Kaitannya
dengan kepercayaan pada satu Tuhan. Bangsa menyatakan kepercayaannya dan
ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pengertiannya bahwa Indonesia
mempercayai adanya Tuhan. Namun, pada zaman dahulu ada masyarakat Indonesia
yang menganut aliran Animisme dan aliran dinamisme. Aliran – aliran kepercayaan
tersebut merupakan kepercayaan turun – temurun dari nenek moyang mereka dan
diyakini kebenarannya.
Animisme
berasal dari bahasa Latin, yaitu anima yang berarti ‘roh’. Kepercayaan kepada
makhluk halus dan roh. Keyakinan ini banyak dianut oleh bangsa – bangsa yang
belum bersentuhan dengan agama wahyu. Paham Animisme mempercayai bahwa setiap
benda di bumi ini seperti laut, gunung, hutan, gua atau tempat – tempat
tertentu mempunyai jiwa yang mesti di hormati agar jiwa tersebut tidak
mengganggu manusia atau bahkan membantu mereka dalam kehidupan ini.
Banyak
kepercayaan Animisme yang berkembang di masyarakat, seperti kepercayaan
masyarakat Nias yang meyakini bahwa tikus yang sering keluar masuk rumah adalah
jelmaan dari roh wanita yanng meninggal dalam keadaan melahirkan. Atau
keyakinan bahwa roh orang yang sudah meninggal bisa masuk ke dalam jasad
binatang, seperti babi hutan dan harimau. Biasanya roh tersebut akan membalas
dendam terhadap orang yang pernah menyakitinya ketika hidup. Kepercayaan
semacam ini hampir sama dengan keyakinan reinkarnasi. Reinkarnasi sendiri tidak
lain adalah pemahaman masyarakat Hindu dan Budha yang percaya bahwa manusia
yang sudah mati bisa kembali lagi ke alam dunia dalam wujud yang lain. Jika
orang tersebut baik selama hidupnya, biasanya ia akan berinkaranasi dalam wujud
merpati. Namun, jika dikenal dengan perangainya yang buruk, maka ia akan
kembali hidup dalam wujud seekor babi.
Dinamisme
berasal dari bahasa Yunani yaitu dunamos sedangkan dalam bahasa Inggris berarti
dynamic dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan arti kekuatan, daya,
atau kekuasaaan. Definisme dari dinamisme memiliki arti tentang kepercayaan
terhadap benda – benda di sekitar manusia yang diyakini memliki kekuatan ghaib.
Dalam ensiklopedi umum, dijumpai definisi dinamisme sebagai kepercayaan
keagamaan primitif yang ada pada zaman sebelum kedatangan agama Hindu di
Indonesia. Dinamisme disebut juga preanisme, yang mengajarkan bahwa tiap – tiap
benda atau makhluk mempunyai daya dan kekuatan. Maksud dari arti tadi adalah
kesaktian dan kekuatan yang berada dalam zat suatu benda dan diyakini mampu
memberikan manfaat atau marabahaya. Kesaktian itu bisa berasal dari api, batu –
batuan, air, pepohonan, binatang atau bahkan manusia sendiri.
Dinamisme
lahir dari rasa kebergantungan manusia terhadap daya dan kekuatan lain yang
berada di luar darinya. Setiap manusia akan selalu merasa butuh dan harap
kepada zat lain yang dianggapnya mampu memberikan pertolongan dengan kekuatan
yang dimilikinya. Manusia tersebut mencari zat lain yang akan dia sembah yang
dengannya ia merasa tenang jika ia selalu berada disamping zat itu. Sebagai
contoh, ketika manusia mendapatkan bahwa api memiliki daya panas, maka ia akan
menduga bahwa apilah yang paling berhak ia sembah, karena api telah memberikan
pertolongan kepada mereka ketika mereka merasa dingin. Ia mengira bahwa api
memiliki kekuatan misteri yang tidak mungkin dimiliki oleh manusia sehingga ia
akan menyembahnya. Atau contoh lainnya, seperti penyembahan masayarakat Jepang
terhadap matahari. Mereka sangat mengagungkan dan menghormati matahari karena
percaya bahwa matahari lah yang pantas disembah disebabkan kekuatan sinarnya
yang memancar ke seluruh dunia.
Seiring
dengan berkembangnya pengetahuan, pola pikir mansia ikut berubah. Orang tidak
lagi percaya kepada aliran animisme maupun dinamisme yang percaya terhadap
kekuatan dari roh dan benda – benda. Masuknya agama – agama baru ke Indonesia
seprti Hindu dan Budha, membuat semakin gugurnya keyakinan mereka akan aliran –
aliran tersebut. Sampai sekarang terdapat 6 agama yang diakui di Indonesia.
Yaitu, Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Koguchu.
Diantara
kehidupan beragama di Indonesia dikembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerja sama antara pemeluk – pemeluk agama. Sikap yang demikian akan
memudahkan dibinanya kerukunan hidup di antara umat beragama. Keakraban antara
agama ini tercermin dalam kehidupan sehari – hari, seperti saling mengunjungi
atau bersilaturahmi pada hari besar / hari suci agama masing –masing.
Indonesia
adalah negara yang mementingkan agama. Hal itu dapat dibuktikan dengan
diajarkannya agama sebagai mata pelajaran di sekolah. Sekolah sebagai lembaga
formal berkewajiban membantu muridnya hidup sesuai dengan ajaran agama yang
diyakininya. Di samping itu sekolah juga mengembangkan sikap saling menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya serta tidak memaksakan
sesuatu agama kepada orang lain.
2.
Penjelasan
Sila Kedua
Sila kedua
berbunyi “ Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”. Sila kedua ini berlambang rantai.
Memliki makna yang sangat besar dan terdiri dari rantai bulat (melambangkan
perempuan) dan rantai persegi (melambangkan laki – laki). Rantai yang saling
berkait melambangkan bahwa setiap rakyat (baik laki – laki maupun perempuan)
harus bersatu padu untuk bisa menjadi kuat seperti rantai.
Terdapat dua
nilai di dalam sila kedua dari pancasila ini.
Yang pertama adalah kemanusiaan yang adil. Kata “adil” dalam bahasa Indonesia berasal dari kosa kata bahasa Arab “al ‘adl” yang artinya sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak – hak seesorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan. Seorang filsuf yang hidup pada masa kejayaan peradaban Yunani Kuno, yaitu Plato pernah berpendapat bahwa keadilan adalah salah satu dari empat kebajikan pokok atau keutamaan yang harus dimiliki oleh setiap manusia dari berbagai golongan. Menurut Plato, keadilan adalah pemelihara kesatuan dan keutuhan jiwa manusia serta pemelihara kesatuan dan keutuhan negara. Pendapat Plato ini dapat dibenarkan jika melihat kondisi negara Indonesia tentang panegakan keadilan saat ini. Banyak terjadi perpecahan dan permusuhan akibat tidak terpeliharanya keadilan.
Yang pertama adalah kemanusiaan yang adil. Kata “adil” dalam bahasa Indonesia berasal dari kosa kata bahasa Arab “al ‘adl” yang artinya sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak – hak seesorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan. Seorang filsuf yang hidup pada masa kejayaan peradaban Yunani Kuno, yaitu Plato pernah berpendapat bahwa keadilan adalah salah satu dari empat kebajikan pokok atau keutamaan yang harus dimiliki oleh setiap manusia dari berbagai golongan. Menurut Plato, keadilan adalah pemelihara kesatuan dan keutuhan jiwa manusia serta pemelihara kesatuan dan keutuhan negara. Pendapat Plato ini dapat dibenarkan jika melihat kondisi negara Indonesia tentang panegakan keadilan saat ini. Banyak terjadi perpecahan dan permusuhan akibat tidak terpeliharanya keadilan.
Keadilan
merupakan sesuatu yang harus selalu ditegakkan dari sisi manapun dan dari hal
sekecil apapun. Seperti yang dikutip dari penyataan yap Thian Hien, seseorang
yang mengabdikan seluruh hudupnya demi menegakkan keadilan dan HAM, yaitu “
Tegakkan keadilan, sekalipun langit runtuh “. Di Indonesia keadilan diwujudkan
dalam bentuk Hukum. Yang bersalah akan dijerat dengan undang – undang dari
pasal – pasal yang berkaitan. Namun dalam pelaksanaannya, tidak sedikit di
negeri ini yang kita jumpai kasus peradilan yang jauh dari kata keadilan.
Yang kedua
adalah kemanusiaan yang beradab. Menurut Kaelan (2000), manusia yang beradab
adalah manusia yang mampu melaksanakan hakikatnya sabagai manusia. Kebalikannya
adalah manusia yang biadab atau dikenal dengan istilah barbar. Secara sempit
orang yang beradab diartikan sebagai oarang yang perlakuannya tidak sopan,
tidak berakhlak dan tidak berbudi pekerti yang mulia. Orang yang biadab juga
tidak mampu menyeimbangkan antara cipta , rasa dan karsanya sebagai manusia.
Kemanusiaan yang beradab berarti menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusiaan,
gemar melakukan kegiatan – kegiatan kemanusiaan dan berani membela kebenaran.
Atas dasar inilah negara kita turut berusaha untuk mencapai perdamaian dunia
dan ikut mengembangkan bangsa lain yang ditimpa bencana alam atau korban
peperangan.
Sekolah
bertanggung jawab untuk menanamkan sikap ini kepada peserta didik. Upaya dapat
dicapai dengan bermacam – macam kegiatan. Kegiatan yang patut dilakukan oleh
sekolah dalam mengupayakan dan membina sila ini antara lain adalah :
1)
Dalam
setiap kegiatan belajar – mengajar, guru harus menghargai , adil dan memperlakukan
murid secara wajar sebagai individu yang punya kelebihan dan keterbatasan.
2)
Melalui
mata pelajaran, pengembangan aspek efektif sebagai salah satu aspek kepribadian
yang patut diperhitungkan.
3)
Melalui
mata pelajaran yang membicarakan masalah – masalah dunia serta hubungan
internasional seperti dalam pelajaran sejarah dan kewarganegaraan.
4)
Melalui
kegiatan ekstrakurikuler, seperti kegiatan pramuka dan gotong royong. Sikap ini
dapat dikembangkan.
3.
Penjelasan
Sila Ketiga
Sila ketiga
berbunyi “ Persatuan Indonesia “. Sila ketiga berlambangkan Pohon Beringin.
Pohon beringin merupakan pohon yang memiliki ranting luas yang dapat menjadi
tempat berteduh yang menyejukkan. Selain itu, pohon beringin juga memiliki akar
yang sangat kuat dan menjalar dimana – mana, seperti keanekaragaman suku dan
bangsa Indonesia yang harus tetap bersatu.
Dari segi
bahasa “ persatuan “ berarti ikatan atau kumpulan. Sedangkan menurut istilah
persatuan adalah kumpulan individu menjadi satu kesatuan. Jadi dapat diartikan
bahwa persatuan Indonesia merupakan sebuah cita – cita luhur bangsa Indonesia
atas keutuhan dan kesatuan antar masyarakat di Indonesia.
Manusia
Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Ini berarti bahwa
manusia Indonesia sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan
bangsa kalau diperlukan. Sikap rela berkorban dilandaskan rasa cinta tanah air
dan bangsanya. Persatuan dikembangkan atas dasar Bhinneka Tunggal Ika dengan
memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan bangsa. Sekolah berkewajiban memupuk rasa kebangsaan dalam
hati sanubari peserta didik. Hal ini sangat perlu sebab negara kita terdiri atas beribu – ribu pulau
yang didiami oleh bermacam – macam suku bangsa. Masing – masing suku bangsa
mempunyi bahasa, kebiasaan serta adat istiadat yang berbeda. Kalau rasa
kebangsaan ini kurang mendapat perhatian, kemungkinan timbul rasa kedaerahan
atau provensisme yang membahayakan kesatuan bangsa.
Sekolah
merupakan lembaga yang utama untuk memupuk rasa kebangsaan. Sila ini dapat
dikembangkan pada peserta didik melalui berbagai cara antara lain :
1)
Mengaitkan
setiap mata pelajaran dengan rasa cinta terhadap persatuan ini terutama dalam
mata pelajaran Pendidikan Pancasila, Sejarah Nasional, dan Bahasa Indonesia.
Memahami isi yang terkandung dalam mata pelajaran tersebut, menyadarkan peserta
didik akan kekayaan Indonesia dan bagaimana perjuangan bangsa untuk menegakkan
negara Indonesia.
2)
Memperingati
hari – hari kebangsaan, upacara bendera, sumpah pemuda dan peristiwa –
peristiwa lainnya. Yang penting ditekankan adalah menanamkan perasaan kesatuan
sebagai bangsa.
4.
Penjelasan
Sila Keempat
Sila keempat
berbunyi “ Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan
Perwakilan “. Sila keempat berlambangkan Kepala Banteng. Kepala banteng
memiliki makna bahwa hewan yang suka berkumpul dan memiliki kepala yang
tangguh. Banteng merupakan hewan yang memiliki jiwa sosial yang tinggi dan suka
berkumpul. Artinya kita harus rajin bermusyawarah dalam menyelesaikan suatu masalah
dalam mengambil keputusan.
Sejalan
dengan sistem demokrasi yang dianut, bangsa Indonesia menjunjung tinggi
kebebasan. Yaitu tidak memaksakan sesuatu kepada orang lain yang tidak sesuai
dengan kehendak orang tersebut. Sehingga dalam menghadapi suatu masalah, bukan
kehendak seseorang yang dikedepankan, melainkan dengan mengutamakan musyawarah
dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
Dalam kalimat
‘kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan...’ dapat diartikan bahwa
pemimpin yang memgang amanah rakyat, harus memiliki sifat tangguh,( seperti
lambang kepala banteng) dan pantang menyerah. Serta berjiwa kesatria, adil dan
bijaksana dalam mengambil keputusan apapun. Menurut Amara Raksasatya dan M.
Irfan Islamy ( 2002), kebijaksanaan adalah suatu taktik atau strategi tertentu
dalam mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu suatu kebijaksanaan memuat 3
(tiga) elemen, yaitu : pertama, identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai ; kedua,
taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang
diinginkan ; ketiga, penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan
secara nyata dari taktik atau strategi.
Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam pengambilan suatu keputusan, haruslah mempertimbangkan beberapa hal. Tujuan adalah hal terpenting. Kemudian strategi juga diperlukan untuk perwujudan keputusan. Kemudian dilaksanakan dengan langkah – langkah yang nyata.
Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam pengambilan suatu keputusan, haruslah mempertimbangkan beberapa hal. Tujuan adalah hal terpenting. Kemudian strategi juga diperlukan untuk perwujudan keputusan. Kemudian dilaksanakan dengan langkah – langkah yang nyata.
Sila ini
menyatakan bahwa manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Dasar ini menjamin hak
warganya sebagai dalam arti sepenuhnya. Pada dasarnnya tidak boleh ada suatu
kehendak yang dipaksakan pada pribadi lain. Keputusan diusahakan secara musyawarah
dan bersifat kekeluargaan. Pembicaraan dalam musyawarah dilakukan dengan akal
sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Di samping itu, keputusan yang
diambil harus dapat mempertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha
Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat Indonesia serta nilai – nilai
kebenaran, keadilan dan mengutamakan kesatuan dan persatuan. Nilai yang
terkandung dalam sila ini mempunyai pengaruh yang besar bagi pendidikan, baik
dalam hubungan dan sikap orang tua terhadap anak, maupun guru terhadap murid.
Dalam
pelaksanaan kegiatan belajar – mengajar, guru hendaknya memberi kesempatan
kepada murid – murid untuk mengemukakan pendapat, misalnya dalam menetapkan
peraturan yang akan dibuat, dalam perencanaan bahan pelajaran dan tentang
kegiatan belajar – mengajar yang akan dilakukan. Penggunaan metode diskusi
dalam kelompok, metode tanya jawab, memberi kesempatan lebih banyak kepada
mereka untuk melatih diri untuk menerapakan prinsip – prinsip yang terkandung
dalam sila ini. Guru haruslah memberi kebebasan kepada murid untuk mengemukakan
pendapat dan kebebasan untuk bergerak dalam mengerjarkan tugas. Kebebasan yang
disini maksudnya adalah kebebasan yang terbatas, dimana disiplin dan aturan
tetap diperhatikan.
5.
Penjelasan
Sila Kelima
Sila kelima
berbunyi “ Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia “. Sila kelima
dilambangkan dengan Padi dan Kapas. Padi dan kapas melambangkan kebutuhan dasar
manusia, padi yang menjadii dasar untuk makanan pokok dan kapas untuk kebutuhan
dasar sandang. Jadi, lambang ini bertujuan untuk memberikan kebutuhan dasar
setiap bangsa Indonesia secara merata dan adil.
‘keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’
mengartikan bahwa seluruh rakyat Indonesia harus mendapat keadilan yang
menyeluruh dan rata, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, menghormati
orang lain, suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi
kemajuan dan kesejahteraan bersama dan suka melakukan kegiatan dalam rangka
mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Sila ini
menyatakan bahwa manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk
menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk itu
dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
kekelurgaan serta kegotong – royongan.
Demikianlah
pula perlu dipupuk dan dikembangkan sikap suka memberi pertolonngan, sikap suka
bekerja keras dan menghargai karya orang lain yang memberi manfaat untuk
kesejahteraan bersama. Sikap – sikap demikian harus dikembangkan di sekolah.
Anak ditanamkan sikap menghormati setiap jenis pekerjaan yang jujur.
Keterampilan – keterampilan yang memanfaaatkan bahan baku yang ada pada
lingkungan sekolah supaya dilatihkan, bekerja dalam kelompok merupakan wadah
yang paling baik untuk menanamkan sikap kebersamaan, bekerja untuk mencapai
tujuan bersama.
C. MUTU
PENDIDIKAN DI INDONESIA
Mutu adalah
sebuah proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan. Mutu
bukanlah benda magis atau sesuatu yang rumit. Mutu didasarkan pada akal sehat.
Menurut Philip B. Crosby, mutu adalah kesesuaian dengan apa yang disyaratkan.
Sebuah produk dapat memiliki mutu atau kualitas apabila sesuai dengan
standarisasi yang telah ditentukan, standarisasi tersebut mencakup bahan baku
sebuah produk dan mutu setelah menjadi barang jadi.
Dari pendapat
ahli tersebut, dapat diartikan bahwa mutu pendidikan adalah kualitas
pendidikan. Dimana ada komponen – komponen pendidikan yang harus sesuai dengan
standarisasi yang telah ditentukan, seperti tujuan pendidikan, subjek didik,
peserta didik, isi materi, metode/alat dan lingkungan. Kesemuanya itu disebut
dengan bahan baku, kemudian melalui proses yang disebut belajar – mengajar dan
menghasilkan produk yang disebut sebagai lulusan berkulitas.
a. Hakikat
Mutu dalam Pendidikan
1.
Menciptakan
Konsistensi Tujuan
Menciptakan konsistensi tujuan untuk memperbaiki
layanan siswa, dimaksudkan untuk menjadikan sekolah sebagai yang kompetitif dan
berkelas dunia.
2.
Mengadopsi
Filosofis Mutu Total.
Pendidikan berada dalam lingkungan yang benar –
benar kompetitif dan hal tersebut dipandang sebagai salah satu alasan mengapa
Amerika kalah dalam keunggulan kompetitifnya. Sistem sekolah mesti menyambut
baik tantangan untuk berkompetisi dalam sebuah perekonomian global. Setiap anggota
sistem sekolah mesti belajar keterampilan baru untuk mendukung rvolusi mutu.
Orang mesti berkeinginan untuk menerima tantangan mutu. Orang mesti bertanggung
jawab untuk memperbaiki mutu produk atau jasa yang diberikannya pada kostumer
internal dan eksternal. Setiap orang mesti belajar menjalankan pekerjaannya
secara efisien dan produktif. Setiap orang mesti mengikuti prinsip – prinsip
mutu.
3.
Mengurangi
Kebutuhan Pengujian.
Mengurangi kebutuhan pengujian dan inspeksi yang
berbasis produksi massal dilakukan dengan membangun mutu dalam layanan pendidikan.
Memberikan lingkungan belajar yang menghasilkan kinerja siswa yang bermutu.
4.
Menilai
Bisnis Sekolah dengan Cara Baru.
Nilailah bisnis sekolah dengan meminimalkan biaya
total pendidikan. Pandanglah sekolah sebagai pemasok siswa dari kelas satu
sampai kelas – kelas selanjutnya. Bekerja bersama para orang tua siswa dan
berbagai lembaga untuk memperbaiki mutu siswa menjadi bagian sistem.
5.
Memperbaiki
Mutu dan Produktivitas serta mengurangi Biaya.
Memperbaiki mutu dan produktivitas, sehingga
mengurangi biaya, dengan melembagakan proses “ Rencanakan/Periksa/Ubah “.
Gambarkan proses untuk memperbaiki, mengidentifikasi mata rantai
kostumer/pemasok, mengidentifikasi bidang – bidang perbaikan, implementasikan
perubahan, nilai dan ukur hasinya, dan dokumentasikaan serta standarisasikan
proses. Awali siklusnya dari awal lagi untuk mencapai standar yang lebih tinggi
lagi.
6.
Belajar
Sepanjang Hayat.
Mutu diawali dan diakhiri dengan latihan. Bila Anda
mengharapkan orang mengubah cara bekerja mereka, Anda mesti memberi mereka
perangkat yang diperlukan untuk mengubah proses kerja mereka. Pelatihan
memberikan perangkat yang dibutuhkan untuk memperbaiki proses kerja.
7.
Kepemimpinan
dalam Pendidikan.
Merupakan tanggung jawab manajemen untuk memberikan
arahan. Para manajer dalam pendidikan mesti mengembangkan visi dan misi untuk
wilayah, sekolah atau jurusannya. Visi dan misi harus diketahui dan didukung
oleh para guru, staf, siswa, orang tua dan komunitas. Mutu mesti terintegrasikan
ke dalam pernyataan visi dan misi. Akhirnya, manajemen mesti mau mendengar.
Manajemen mesti mengajarkan dan mempraktikkan prinsip – prinsip mutu.
8.
Mengeleminasikan
Rasa Takut.
Lenyapkanlah bekerja karena dorongan rasa takut dari
wilayah, sekolah atau jurusan, maka setiap orang akan bekerja secara efektif
untuk perbakan sekolah. Ciptakanlah lingkungan yang akan mendorong orang untuk
bebas berbicara. Hubungan yang memandang orang lain sebagai lawan sudah
ketinggalan jaman dan kontraproduktif.
9.
Mengeliminasi
Hambatan Keberhasilan.
Manajemen bertanggung jawab untuk menghilangkan
hambatan yang menghalangi orang mencapai
keberhasilan dalam menjalankan pekerjaannya. Menghilangkan rintangan diantara
bagian. Orang di bagian pengajaran, pendidikan luar biasa, akunting, kantin,
administrasi, pengembangan kurikulum, riset dan kelompok – kelompok lain harus
bekerja sebagai sebuah tim. Mengembangkan strategi – strategi gerakan : Gerakan
dari kompetisi mejadi kolaborasi dengan kelompok lain ; gerakan dari resolusi
kalah – menang menjadi menang – menang ; gerakan dari mengisolasi pemecahan masalah
menjadi bersama – sama memecahkan masalah ; gerakan dari memegang informasi
menjadi berbagi informasi ; gerakan dari bertahan dari perubahan menjadi
menyambut baik perubahan.
10.
Menciptakan
Budaya Mutu.
Ciptakanlah budaya mutu. Jangan biarkan gerakan
menjadi bergantung pada seseorang atau sekolompok orang. Ciptakanlah budaya
mutu yang mengembangkan tanggung jawab pada setiap orang.
11.
Perbaikan
Proses.
Tidak ada proses yang pernah sempurna ; karena itu,
carilah cara terbaik, proses terbaik, terapakan budaya tanpa pandang bulu.
Menemukan solusi harus didahulukan dan bukan mencari – cari kesalahan.
Hargailah orang atau kelompok yang mendorong terjadinya perbaikan.
12.
Membantu
Siswa Berhasil.
Hilangkanlah rintangan yang merampok hak siswa, guru
atau administrator untuk memiliki rasa bangga pada hasil karyanya. Orang mesti
berkeinginan untuk terlibat dan pekerjaannya diselesaikan dengan baik. Tanggung
jawab semua administrator pendidikan mesti diubah dari kuantitas menjadi
kulalitas.
13.
Komitmen.
Manajemen mesti memiliki komitmen terhadap budaya
mutu. Manajemen mesti berkemauan untuk mendukung memperkenalakan cara baru
dalam mengerjakan sesuatu ke dalam sistem pendidikan. Manajemen mesti mendukung
tujuan dengan memberikan sarana untuk mencapai tujuan tersebut atau resiko
munculnya ketidak senangan di dalam sistem. “ Kerjakan dengan tepat pada
kesempatan pertama “ merupakan tujuan utama. Para pegawai menjadi frustasi bila
manajemen tidak mau mengerti masalah yang dihadapi para pegawai dalam mencapai
tujuan atau tidak peduli untuk mencari penyelesaian terhadap masalah.
14.
Tanggung
Jawab.
Biarkanlah setiap orang di sekolah untuk bekerja
menyelesaikan. Transformasi mutu. Transformasi merupakan tugas setiap orang.
b. Sejarah
Perkembangan Mutu Pendidikan di Indonesia
Berbicara
tentang mutu pendidikan di Indonesia, tidak terlepas dari peran sejarah
pendidikan. Berikut adalah refleksi kualitas pendidikan di Indonesia.
Perkembangan
kualitas pendidikan di Indonesia telah berlangsung dalam empat era yaitu : 1).
Era kolonial, 2). Era Orde Lama, 3). Era Orde Baru, 4). Era Reformasi.
1.
Era
kolonial
Pada jaman kolonial pendidikan
hanya diberikan kepada para penguasa serta kaum feodal. Pendidikan hanya cukup
diberikan untuk memenuhi kebutuhan dasar penguasa kolonial. Pendidikan
diberikan hanya terbatas kepada rakyat di sekolah – sekolah 2 atau ongko loro.
Sungguhpun standar yang dipakai untuk mengukur kualitas rakyat pada waktu itu
diragukan karena sebagian besar rakyat tidak memperoleh pendidikan seperti
pendidikan rakyat 3 tahun, pendidikan rakyat 5 tahun, telah menghasilkan
pemimpin masyarakat bahkan menghasilkan pemimpin – pemimpin gerakan nasional.
Pendidikan kolonial untuk golongan bangsawan serta penguasa tidak diragukan
lagi mutunya. Para pemimpin nasional kita kebanyakan memperoleh pendidikan di
sekolah – sekolah kolonial bahkan beberapa mahasiswa yang dapat melanjutkan di
Universitas terkenal di Eropa. Dalam sejarah penididikan kita dapat kita
katakan bahwa intelegensi bangsa Indonesia tidak kalah dengan kaum penjajah.
Masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada waktu itu adalah kekurangan
kesempatan yang sama yang diberikan kepada semua anak bangsa. Oleh sebab itu di
dalam Undang – Undang Dasar 1945 dinyatakan dengan tegas bahwa pemerintah akan
menyusun suatu sistem pendidikan nasional untuk rakyat, untuk semua bangsa.
2.
Era
orde lama
Masa revolusi pendidikan nasonal
mulai meletakkan dasar – dasarnya. Pada masa revolusi sangat terasa terbatas,
tetapi bangsa kita dapat melaksanakan pendidikan nasional sebagaimana
diamanatkan dalam UUD 1945. Kita dapat merumuskan Undang – Undang Pendidikan
No. 4/1950 junto no.12/1945. Kita dapat membangun sistem pendidikan yang tidak
kalah mutunya. Para pengajar, pelajar melaksanakan tugasnya dengan sebaik –
baiknya walaupun terbatas. Dengan segala keterbatasan itu memupuk pemimpin –
pemimpin nasional yang dapat mengatasi masa pancaroba seperti rongrongan
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sayang sekali pada akhir era ini pendidikan
kemudian dimasuki oleh politik praktis atau mulai dijadikan kendaraan politik.
Pada masa itu dimulai pendidikan indoktrinasi yaitu menjadikan pendidikan
sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan Orde Lama.
Pada Orde Lama sudah mulai
diadakan ujian – ujian negara yang terpusat dengan sistem kolonial yang serba
ketat tetapi tetap jujur dan mempertahankan kualitas. Hal ini didukung karena
jumlah sekolah belum begitu banyak dan guru – guru yang ditempa pada zaman
kolonial. Pada zaman itu siswa dan guru dituntut disiplin tinggi. Guru belum
berorientasi kepada yang material tetapi kepada yang ideal. Citra guru sebagai
pahlawan tanpa tanda jasa yang diciptakan era Orde Baru sebenarnya telah
dikembangkan pada Orde Lama. Kebijakan yang diambil pada Orde Lama dalam bidang
pendidikan tinggi yaitu mendirikan universitas di setiap provinsi. Kebijakan
ini bertujuan untuk lebih memberikan kesempatan memperoleh pendidikan tinggi.
Pada waktu itu pendidikan tinggi yang bermutu terdapat di Pulau Jawa seperti
UI, IPB, ITB, Gajah Mada dan UNAIR, sedangkan di provinsi – provinsi karena
kurangnya persiapan dosen dan keterbatasan sarana dan prasarana mengakibatkan
kemerosotan mutu pendidikan tinggi mulai terjadi.
3.
Era
orde baru
Dalam era ini dikenal sebagai era
pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan
dasar terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya INPRES
Pendidikan Dasar. Tetapi sayang sekali INPRES Pandidikan Dasar belum ditindak lanjuti
dengan peningkatan kualitas tetapi kuantitas. Selain itu sistem ujian negara
(EBTANAS) telah berubah menjadi bumerang yaitu penentuan kelulusan siswa
menurut rumus – rumus tertentu. Akhirnya di tiap – tiap lembaga pendidikan
sekolah berusaha untuk meluluskan siswanya 100%. Hal ini berakibat pada suatu
pembohongan publik dan dirinya sendiri dalam masyarakat. Oleh sebab itu era
Orde Baru pendidikan telah dijadikan sebagai indikator palsu mengenai
keberhasilan pemerintah dalam pembangunan.
Dalam era pembangunan nasional
selam lima REPELITA yang ditekankan ialah pembangunan ekonomi sebagai salah
satu dari TRILOGI pembangunan. Maka kemerosotan pendidikan nasional telah
berlangsung. Dari hasil manipulasi ujian nasional sekolah dasar kemudian
meningkat ke sekolah menengah dan kemudian meningkat ke sekolah menengah
tingkat atas dan selanjutnya berpengaruh pada mutu pendidikan tinggi. Walaupun
pada waktu itu pendidikan tinggi memiliki otonomi dengan mengadakan ujian masuk
melalui UMPTN, tetapi hal tersebut tidak menolong. Pada akhirnya hasil EBTANAS
juga dijadikan indikator penerimaan di perguruan tinggi. Untuk meningkatkan
mutu pendidikan tinggi maka pendidikan tinggi negeri mulai mengadakan
penelusuran minat dari para siswa SMA yang berpotensi. Cara tersebut kemudian
diikuti oleh pendidikan tinggi lainnya. Di samping perkembangan pendidikan
tinggi dengan usahanya untuk mempertahankan dan meningkatkan mutunya pada masa
Orde Baru muncul gejala yaitu tumbuhnya perguruan tinggi swasta dalam berbagai
bentuk. Hal ini berdampak pada mutu perguruan semakin menurun walaupun dibentuk
KOPERTIS – KOPERTIS sebagai bentuk birokrasi baru.
4.
Era
reformasi
Indonesia sejak tahun 1998
merupakan era transisi dengan tumbuhnya proses demokrasi. Demokrasi juga telah
memasuki dunia pendidikan nasional antara lain dengan lahirnya Undang – Undang
No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam bidang pendidikan
bukan lagi merupakan tanggung jawab pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada
tanggung jawab pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang – Undang No 32
tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, hanya beberapa fungsi saja yang tetap
berada di tangan pemerintah pusat. Perubahan dari sistem yang sentralisasi ke
desentralisasi akan membawa konsekuensi – konsekuensi yang jauh di dalam
penyelenggaraan pendidikan nasional. Selain perubahan dari sentralisasi ke
desentralisasi yang membawa banyak perubahan juga bagaimana untuk meningkatkan
mutu sumber daya manusia dalam menghadapi persaingan bebas abad ke – 21.
Kebutuhan ini ditampung dalam Undang – Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, serta pentingnya tenaga guru dan dosen sebagai ujung tombak dari
reformasi pendidikan nasional.
Sistem Pendidikan Nasional Era
Reformasi yang diatur dalam Undang – Undang No. 20 Tahun 2003 diuraikan dalam
indikator – indikator akan keberhasilan atau kegagalannya, maka lahirlah
Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang
kemudian dijelaskan dalam Permendiknas RI. Di dalam masyarakat Indonesia dewasa
ini muncul banyak kritikan baik dari praktisi pendidikan maupun dari kalangan
pengamat pendidikan mengenai pendidikan nasional yang tidak mempunyai arah yang
jelas. Dunia pendidikan sekarang ini bukan merupakan pemersatu bangsa tetapi
merupakan suatu ajang pertikaian dan persemaian manusia – manusia yang berdiri
sendiri dalam arti yang sempit, mementingkan diri dan kelompok.
Menurut H.A.R. Tilaar, hal
tersebut disebabkan adanya dua kekuatan besar yaitu kekuatan politik dan
kekuatan ekonomi.
Kekuatan Politik :
Pendidikan masuk ke dalam subordinasi
dari kekuatan – kekuatan politik praktis, yang berarti pendidikan telah
dimasukkan ke dalam perebutan kekuasaan partai – partai politik, untuk
kepentingan kekuatan golongannya. Pandangan politik ditentukan oleh dua
paradigma yaitu paradigma teknologi dan paradigma ekonomi. Paradigma teknologi
mengedepankan pembangunan fisik yang menjamin kenyamanan hidup manusia.
Paradigma ekonomi lebih mengedepankan pencapaian kehidupan modern dalam arti
pemenuhan – pemenuhan kehidupan materiil dan mengesampingkan kebutuhan non
materiil duniawi. Contoh pengembangan dana 20%.
Kekuatan Ekonomi :
Manusia Indonesia tidak terlepas
dari modernisasi seperti teknologi informasi dan teknologi komunikasi.
Neoliberalisme pendidikan membawa dampak positif dan negatif. Positifnya yaitu
pendidikan menunjang perbaikan hidup dan nilai negatifnya yaitu mempersmpit
tujuan pendidikan atas pertimbanagn efisiensi, produksi dan menghasilkan
manusia – manusia yang dapat bersaing, yaitu pada profit orientif yang mencari
keuntungan sebesar – besarnya terhadap investasi yang dilaksanakan dalam bidang
pendidikan.
Demi mencapai efisiensi dan
kualitas pendidikan maka disusunlah beberapa upaya standarisasi. Untuk usaha
tersebut maka muncul konsep – konsep seperti : Ujian Nasional. Dalam menyusun
RENSTRA Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005 – 2009 lebih menekankan pada
manajemen dan kepemimpinan bukan masalah pokok yaitu pengembangan anak
Indonesia. Anak Indonesia dijadikan alat untuk menggulirkan suatu tujuan
ekonomis yaitu pertumbuhan, keterampilan, penguasaan skil yang dituntut dalam
pertumbuhan ekonomi.
c. Faktor
– faktor Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan Di Indonesia
Sayangnya
berdasarkan data The Learning Curve Pearson 2014, Indonesia meraih peringkat
paling akhir terkait dengan mutu pendidikannya. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Ada beberapa faktor penyebab rendahnya
mutu pendidikan di Indonesia. Yaitu :
1.
Pembelajaran
Hanya Pada Buku Paket.
Di Indonesia telah
berganti beberapa kurikulum dari KBK menjadi KTSP. Hampir setiap menteri mengganti
kurikulum lama dengan kurikulum yang baru. Namun adakah yang berbeda dari
kondisi pembelajaran di sekolah – sekolah? Tidak. Karena pembelajaran di
sekolah sejak jaman dulu masih memakai Kurikulum Buku Paket. Sejak era 60 –
70an, pembelajaran di kelas tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Apapun
kurikulumnya, guru hanya mengenal buku paket. Materi dalam buku paketlah yang
menjadi acuan pengajaran guru. Sebagian guru tidak pernah mencari sumber
referensi lai sebagai acuan belajar.
2.
Pembelajaran
Dengan Metode Ceramah.
Metode pembelajaran yang
menjadi favorit guru mungkin hanya satu, yaitu metode berceramah. Karena
berceramah itu mudah dan ringan, tanpa modal, tanpa tenaga, tanpa persiapan
yang rumit, metode ceramah menjadi metode terbanyak yang dipakai guru karena
memang hanya itulah metode yang benar –
benar di kuasai sebagian besar guru, pernahkah guru mengajak anak berkeliling
sekolahnya untuk belajar? Pernahkah guru membawa seorang ilmuwan langsung
datang di kelas untuk menjelaskan profesinya? Mungkin hanya satu alasannya,
yaitu biaya.
3.
Kurangnya
Sarana Belajar.
Sebenarnya, perhatian
pemerintah itu sudah cukup, namun masih kurang cukup.
4.
Peraturan
Yang Terlalu Mengikat.
Ini tentang KTSP,
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang seharusnya sekolah memiliki kurikulum
sendiri sesuai dengan karakteristiknya. Namun apa yang terjadi? Karena tuntutan
RPP, SILABUS yang ‘membelenggu’ kreatifitas guru dan sekolah dalam
mengembangkan kekuatannya. Yang terjadi RPP banyak yang jiplakan. Padahal RPP
seharusnya unik sesuai dengan kondisi masing – masing sekolah. Administrasi –
administrasi yang ‘membelenggu’ guru, yang menjadikan guru lebih terfokus pada
administrator, sehingga guru lupa fungsi utama lainnya sebagai mediator,
motivator, akselerator, fasilitator dan lainnya.
5.
Guru
Tidak Menanamkan Soal “Bertanya”.
Lihatlah pembelajaran di
ruang kelas. Sepertinya sudah diseragamkan. Anak duduk rapi, tangan dilipat di
meja, mendengarkan guru menjelaskan. Seolah – olah anak ‘dipaksa’ mendengat dan
mendapatkan informasi sejak pagi sampai siang, belum lagi ada sekolah yang
menerapkan Full Days. Anak diajarkan cara menyimak dan mendengarkan penjelasan
guru, sementara kompetensi bertanya tak disentuh. Anak – anak dilatih sejak TK
untuk diam saat guru menerangkan, untuk mendengarkan guru. Akibatnya siswa
tidak dilatih untuk bertanya. Siswa tidak dibiasakan bertanya, akibatnya siswa
tidak berani bertanya. Selesai mengajar, guru meminta anak untuk bertanya.
Heninglah suasana kelas. Yang bertanya biasanya anak – anak itu saja.
6.
Metode
Pertanyaan Terbuka Tidak Dipakai.
Salah satu ciri negara
Finlandia yang merupakan negara peringkat pertama kualitas pendidikannya adalah
dalam ujian guru memberika soal terbuka, siswa boleh menjawab soal dengan
membaca buku. Sedangkan di Indonesia? Tidak mungkin, guru pasti sudah berpikir,
“nanti banyak yang nyontek dong,” begitu kata seorang guru. Guru Indonesia
belum siap menerapakan ini karena masih kesulitan membuat soal terbuka. Soal
terbuka solah – olah beban berat. Mendingan soal tertutup atau soal pilihan
ganda, menilainya mudah, begitu kira – kira alasan guru sekarang.
7.
Fakta Tentang Menyontek.
Siswa menyontek itu biasa
terjadi, tapi, guru tidak akan lelah untuk memperingantkannya.
BAB III
PENERAPAN LANDASAN FILOSOFIS PANCASILA BAGI PENDIDIKAN
SD
Pada
bab – bab sebelumnya, telah dibahas satu persatu hubungan sila – sila Pancasila
terhadap pendidikan, serta bagaimana mutu pendidikan di Indonesia yang dewasa
ini telah jauh dari yang diharapkan. Kebanyakan orang menyepelekan makna yang
terkandung dalam pancasila itu sendiri. Penyimpangan - penyimpangan yang terjadi sebenarnya berawal
dari tidak menerapkan nilai – nilai yang terkandung dalam pancasila. Oleh
karena itu, memaknai kandungan nilai – nilai dalam pancasila seperti nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kemasyarakatan serta sebuah keadilan
merupakan suatu hal yang perlu diterapkan melalui pendidikan karakter agar
bangsa Indonesia menjadi manusia yang taat beragama, berkemanusiaan, adil dan
beragama bagi dirinya, orang lain, bangsa dan negara.
Penerapan
nilai – ilai pancasila dalam pendidikan, tidak bisa dilepaskan dari pendidikan
karakter. Menurut puskur (2010 : 8 ) pendidikan budaya dan karakter bangsa
bertujuan mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga
negara yang memiliki kemampuan, kemauan dan menerapkan nilai – nilai Pancasila
dalam kehidupannya sebagai warga negara.
Nilai Pendidikan Karakter tersebut diantaranya
adalah :
1.
Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.
Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.
3.
Toleransi
Sikap dan tindakan yang
menghargai perbedaan agama, suku, etnis,pendapat, sikap dan tindakan orang lain
yang berbeda dari diri sendiri.
4.
Disiplin
Tindakan yang menunjukkan
perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5.
Kerja
keras
Perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh – sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik – baiknya.
6.
Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu
untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7.
Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak
mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas – tugas sendiri.
8.
Demokratis
Cara berpikir, bersikap dan
bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9.
Rasa
ingin tahu
Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat dan didengar.
10. Cinta tanah air
Cara berpikir, bersikap dan
berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lngkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa.
11. Bersahabat
Tindakan yang memperlihatkan rasa
senang berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.
12. Cinta damai
Sikap, perkataan dan
tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadiran diri.
13. Peduli sosial
Sikap dan tindakan yang selalu
ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
14. Semangat kebangsaan
Cara berpikir, bertindak dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
diri dan kelompoknya.
15. Menghargai prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mngakui
serta menghormati keberhasilan orang lain.
16. Peduli lingkungan
Sikap dan tidakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya –
upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudan terjadi.
17. Tanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang
untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap
diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan
Tuhan Yang Maha Esa.
Penerapan atau penanaman nila –
nilai setiap butiran pancasila adalah sebagai berikut :
1.
Ketuhanan
Yang Maha Esa
Selalu
tertib dalam menjalankan ibadah. Tidak berbohong kepada guru maupun teman,
bersyukur kepada Tuhan karena memiliki keluarga yang menyayanginya, tidak
meniru jawaban teman (menyontek) ketika ulangan ataupun mengerjakan tugas di
kelas. Tidak mengganggu teman yang berlainan agama dalam beribadah.
Menceritakan suatu kejadian berdasarkan sesuatu yang diketahuinya, tidak
ditambah – tambah ataupun dikurangi. Tidak meniru pekerjaan temannya dalam
mengerjakan tugas di rumah. Percaya pada kemampuan sendiri dalam melakukan
apapun, karena Allah sudah memberikan kelebihan dan kekurangan kepada setiap
manusia.
2.
Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab
Menolong
teman yang sedang kesusahan. Tidak membeda-bedakan dalam memilih teman. Berbagi
makanan dengan teman lain jika sedang makan di depan teman lain. Mau mengajari
teman yang belum paham dengan pelajaran tertentu. Memberikan tempat duduk
kepada orang tua, ibu hamil atau orang yang lebih membutuhkan saat ada di
kendaraan umum. Tidak memaki – maki teman bersalah kepada kita. Meminta maaf
atau memaafkan apabila melakukan kesalahan. Hormat dan patuh kepada guru. Tidak
membentak – bentaknya. Hormat dan patuh kepada orang tua.
3.
Persatuan
Indonesia
Mengikuti
upacara bendera dengan tertib. Bergotong royong membersihkan lingkungan
sekolah. Tidak berkelahi sesama teman maupun dengan orang lain. Memakai produk
– produk dalam negeri. Menghormati setiap teman yang berbeda ras dan budayanya.
Bangga menjadi warga negara Indonesia. Tidak sombong dan membangga-banggakan
diri sendri. Mengagumi keunggulan geografis dan kesuburan tanah wilayah
Indonesia.
4.
Kerakyatan
Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
Membiasakan
diri bermusyawarah dengan teman – teman dalam menyelesaikan masalah.
Memberikan
suara dalam pemilihan.
Tidak
boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. Menerima kekalahan dengan ikhlas
apabila kalah bersaing dengan teman lain. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung
jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan
musyawarah. Berani mengkritik teman, ketua maupun guru yang bertindak
semena – mena. Berani mengemukakan pendapat di depan umum. Melaksanakan segala
aturan dan keputusan bersama dengan ikhlas dan bertanggung jawab.
5.
Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Berlaku
adil kepada siapapun . berbagi makanan kepada teman lain dengan sama rata.
Seorang ketua memberikan tugas yang merata dan sesuai dengan kemampuan
anggotanya. Seorang guru memberikan pujian kepada siswa yang rajin dan memberi
nasihat kepada siswa yang malas. Tidak pilih – pilih berteman. Tidak
menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentinga umum.
Suka bekerja keras.
Berikut pentingnya penerapan nilai pancasila pada kehidupan :
1. Menumbuhkan rasa cinta kepada Allah
Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.
2. Menumbuhkan rasa cinta kepada
anggota keluarga.
3. Menumbuhkan rasa cinta dan hormat
kepada orang tua dan orang yang lebih tua.
4. Mengembangkan sikap adil terhadap
sesama.
5. Menumbuhkan rasa dan sikap
toleransi.
6. Menumbuhkan rasa dan sikap gotong
royong dan bekerja sama.
7. Menumbuhkan sikap tenggang rasa.
8. Menumbuhkan rasa cinta kepada setiap
manusia dan tidak membeda- bedakan.
9. Menumbuhkan rasa cinta bermusyawarah
untuk mufakat.
10. Menumbuhkan rasa cinta dan suka membantu
orang lain yang susah.
11. Meningkatkan rasa persaudaraan.
12. Berorientasi ke masa depan dan
menghargai perubahan dan kemajuan (the change and progress).
13. Demokratis dan mewujudkan “civil
society”.
14. Mampu menjauhkan segala bentuk
tindakan kekerasan dan pemaksaan.
15. Memiliki kemandirian, kedaulatan,
dan independensi.
16. Menghargai kualitas, dan menjauhkan
tindakan rasial dan diskriminasi.
17. Menghargai karya, kreativitas dan
produktivitas.
18. Memiliki daya disiplin dan kepatuhan
tinggi kepada aturan dan hukum formal.
19. Memiliki faham nasionalisme dan
patriotisme yang kokoh.
20. Memiliki moralitas kemasyarakatan
dan kebudayaan.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Pancasila memiliki nilai-nilai luhur yang dapat
dijadikan pedoman hidup dalam berbangsa dan berbegara. Penanaman dan penerapan
nilai-nilai Pancasila sangat penting dan diperlukan dalam membentuk kepribadian
generasi bangsa yang berkarakter dan bermoral serta mampu bersaing dalam segala
bidang.
Pentingnya Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dalam
Pendidikan Karakter Untuk membentuk generasi bangsa yang bermoral dan
berkualitas tentunya memerlukan beberapa proses dalam penciptaanya. Salah
satunya dengan membekali mereka dengan nilai-niali luhur yang terkandung dalam
Pancasila sebab Pancasila merupakan Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
dalam menjalankan kehidupannya. Mereka harus memahami, memaknai dan mengamalkan
keseluruhan nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila karena nilai-nilai itu
dapat menjadi fondasi dan benteng bagi mereka dari berbagai pengaruh yang dapat
merusak moral mereka. Dengan penerapan nilai-nilai pancasila dalam pendidikan
karakter maka sikap dan prilaku yang menyimpang akan menjadi lebih baik. Dan
bentuk penyimpangan-penyimpangan tidak akan terjadi pada individu yang memiliki
karakter dan jiwa yang nasionalis dan patriotis.
SARAN
Diharapkan agar semua lapisan masyarakat dapat menerapkan nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila tidak hanya sebatas mengetahui saja namun
melaksanakannya dalam kehidupan. Dan penerapan pendidikan karakter harus
ditanamkan sejak dini agar kelak nilai pancasila akan melekat dalam karakter
dan kepribadian tiap individu dalam bermasyarakat agar senantiasa tercipta
bangsa Indonesia yang damai.
DAFTAR
PUSTAKA
Irianta, Yosal.(2005).Pendidikan Berbasis Mutu.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Salam, Burhanuddin.(2005).Pengantar Filsafat.Jakarta:Bumi Aksara.
Taupan, M.(2011).Pendidikan
Kewarganegaraan.Bandung:Yrama Widya.
Zanti Arbi, Sutan.(2006).Dasar – dasar Kependidikan................................
http://www.slideshare.net/Niadianaintansari/makalah-pendidikan-pancasila-penerapan-nilai-pancasila-sebagai-pendidikan-karakter
Make money with virtual reality - Work-to-Earn
BalasHapusThe Virtual Reality (VR) หาเงินออนไลน์ is being developed as an alternative to reality and septcasino it's a big plus. The new Oculus Touch virtual 인카지노 reality headset