Minggu, 03 Mei 2015

Landasan Filosofis Pendidikan

TUGAS MAKALAH
“PANCASILA SEBAGAI LANDASAN FILOSOFIS UNTUK
MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN SD”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“Landasan Pendidikan”
Dosen Pengampu :
Drs. Effendi Manalu, M.Pd
0011056006


Disusun Oleh :
Rahmah Khairani
1142111016

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2014



KATA PENGANTAR
            Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah swt. Yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga penyusunan makalah yang berjudul “Pancasila Sebagai Landasan Filosofis untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan SD” ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun dari berbagai referensi dan informasi.
Makalah ini menyajikan informasi tentang pentingnya pengamalan nilai – nilai Pancasila bagi peningkatan mutu Pendidikan di Indonesia, khususnya dalam jenjang Pendidikan Sekolah Dasar. Makalah ini disajikan dengan pemaparan yang sederhana, yang terdiri dari hubungan Landasan Filosofis dengan pendidikan, penjelasan isi dari sila – sila Pancasila yang berkaitan dengan peningkatan mutu Pendidikan Sekolah Dasar, serta penerapannya.
Tak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Akhirnya saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, dan dapat dijadikan bahan referensi pula bagi pembacanya.
Saya menyadari bahwa di dalam penyusunan makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat saya harapkan.




Medan,    November 2014
Penulis






DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................     1
Daftar Isi        .........................................................................................................     2
Bab I              .........................................................................................................     3
A.     Pendahuluan                           ....................................................................     3
B.     Latar Belakang Masalah          ....................................................................     4
C.     Rumusan Masalah                   ....................................................................     5
D.     Tujuan                                     ....................................................................     5         
Bab II             .........................................................................................................     6
A.     Filsafat dan Pendidikan            ...................................................................     6
B.     Pancasila dan Pendidikan         ...................................................................     6
1.      Pejelasan Sila Pertama        ...................................................................     6
2.      Penjelasan Sila Kedua        ...................................................................     8
3.      Penjelasan Sila Ketiga        ...................................................................     9
4.      Penjelasan Sila Keempat    ...................................................................     10
5.      Penjelasan Sila Kelima       ...................................................................     11
C.     Mutu Pendidikan di Indonesia  ...................................................................     12
a.       Hakikat Mutu dalam Pendidikan                 ..........................................     12
b.      Sejarah Perkembangan Mutu di Indonesia   ..........................................     14
c.       Faktor – faktor Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan di Indonesia..........                      18
Bab III         ............................................................................................................     20
        Penerapan Landasan Filisofis Pancasila Bagi Pendidikan Sekolah Dasar........     20
Bab IV       .............................................................................................................     24
Penutup                   ............................................................................................................                 24
a.       Kesimpulan           ................................................................................     24
b.      Saran                     ................................................................................     24
Daftar Pustaka                          ...............................................................................     25






BAB I
A.     PENDAHULUAN
Adapun maksud dan tujuan makalah ini adalah agar kita dapat memahami nilai – nilai yang terkandung di dalam Pancasila sebagai pedoman dan landasan filosofis pendidikan di Indonesia.
Pendidikan di Indonesia diharapkan  dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsistensi untuk pengembangan mutu pendidikan khususnya Sekolah Dasar.
Bangsa Indonesia beruntung telah diberkati dengan suatu sistem filsafat, suatu way of life, suatu pandangan hidup ialah filsafat Pancasila yang mengkristalisasi nilai – nilainya terhampar di dalam Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 yang kita rasakan paling cocok, paling adil, paling bijaksana, paling sesuai untuk bangsa Indonesiia yang berbhineka tunggal ika.
Dengan pandangan hidup filsafat Pancasila kita tegak sejajar dengan bangsa – bangsa lain di dunia dan berusaha membuktikan kepada dunia luar akan kesaktian filsafat hidup kita.
Oleh karena itu, pendidikan yang berlandaskan pada Pancasila seharusnya berjalan dengan baik, bermutu, sehingga menghasilkan lulusan yang berpengetahuan tinggi dan dapat mengamalkan ilmunya bagi dirinya, agama, bangsa dan negara tercinta Indonesia.
Pada makalah ini akan dijabarkan nilai – nilai yang terkandung dalam sila pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima serta hubungannya dengan pendidikan. Kemudian juga dijelaskan tentang apa itu mutu, dan bagaiman mutu pendidikan di Indonesia, serta yang terakhir poin – poin penerapan kandungan Pancasila untuk meningkatkan mutu pendidikan.










B.     LATAR BELAKANG MASALAH
Permasalahan yang dihadapi  pada dewasa ini berkaitan dengan mutu pendidikan adalah kurangnya potensi pada diri subjek didik, peseta didik dan seluruh warga sekolah. Pada subjek didik diharapkan mampu untuk menguasi kelas, meyampaikan pelajaran dengan baik dan metode – metode yang tepat. Menurut lembaga pemeringkatan mutu pendidikan dunia, Indonesia berada pada peringkat akhir. Hal ini sangat memprihatinkan, mengingat telah banyaknya upaya – upaya yang dilalsanakan baik dari pemerintah pusat melalui pengucuran dana APBN sebanyak 20% untuk pendidikan, maupun dari pihak sekolah melalui program – progaram nya masing – masing.
Pancasila sebagai dasar negara, ideologi bangsa, serta pedoman hidup bagi rakyat Indonesia, sesungguhnya memiliki kandungan nilai – nilai yang telah mencakup segala bidang kehidupan. Bagi bidang pendidikan, pancasila memuat landasan filiosofis yang bermakna. Dari sila pertama sampai sila kelima pancasila. Namun, tidak semua bangsa Indonesia mampu dan mau menafirkan kelima sila – sila pancasila. Padahal, bila kita semua mau berusaha mengamalakan dan melakukan perubahan, bukan tidak mungkin mutu pendidikan Indonesia dapat diperhitungkan di tingkat dunia. Dalam sila pertama terdapat nilai – nilai keagamaan yang bersifat universal. Yaitu yakin dan percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sayangnya, masih terjadi kasus korupsi yang seakan tidak ada habisnya. Jika pada tingkat pemerintahan saja masih banyak ketidak jujuran, bagaimana dengan tingkat bawah selanjutnya? Untuk itu sangat diperlukan kesadaran dari diri kita masing – masing. Mulailah menanamkan sifat kejujuran pada anak usia dini. Dan memperbaiki sifat yang salah pada diri orang dewasa.
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga pengahasil sebagai produsen tenaga terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi. Selanjutnya jika luaran tersebut terjun ke lapangan kerja penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk kerja (performance test). Lazimnya sesudah itu masih dilakukan pelatihan/pemagangan bagi calon untuk penyesuaian dengan tuntutan persyaratan kerja di lapangan.
Jadi mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pad kualitas keluarannya. Jika tujuan pendidikan  nasional dijadikan kriteria, maka pertanyaannya adalah : apakah luaran dari sistem pendidikan menjadi pribadi yang bertaqwa, mandiri dan berkarya, anggota masyarakat yang sosial dan bertanggung jawab, warganegara yang cinta kepada tanah air dan memiliki rasa kesetiakawanan sosial.
C.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apa pengertian filsafat?
2.      Apa makna dan nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila?
3.      Apa itu mutu?
4.      Bagaimana perkembangan mutu pendidikan di Indonesia?
5.      Bagaiman penerapan nilai – nilai Pancasila bagi pendidikan SD?

D.     TUJUAN
1.      Mengetahui pengertian filsafat.
2.      Mengetahui makna dan nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila.
3.      Mengetahui pengertian mutu.
4.      Mengetahui perkembangan mutu pendidikan di Indonesia.
5.      Mengetahui cara penerapan nilai – nilai Pancasila dalam pendidikan.














BAB II

A.     FILSAFAT DAN PENDIDIKAN
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah – masalah pokok seperti : Apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan , apa yang seharusnya menjadi tujuannya, dan sebagainya. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafat, falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa Yunani, philein berarti mencintai, dan sophos atau sophis berarti hikmah, arif atau bijaksana.
Filsafat dan pendidikan merupakan hal yang tak terpisahkan. Yang dimaksud dengan filsafat disini adalah suatu sistem nilai – nilai, yakni suatu pandangan hidup yang diyakini oleh seseorang yang dianggap sebagai kebenaran. Filsafat mencakup nilai  yang dijunjung tinggi yang dijadikan pedoman perbuatan. Filsafat ialah pendapat yang sejujur – jujurnya dan sedalam – dalamnya tentang arti hidup bagi seseorang . Bagi bangsa Indonesia, Pancasila telah menjadi pandangan dan cara hidup bangsa. Ini berarti bahwa Pancasila merupakan landasan filsafat pendidikan di Indonesia, atau landasan filosofisnya. Dengan demkian nilai – nlai yang terkandung dalam Pancasila dengan lima silanya serta 36 butirnya, sebagai satu kesatuan yang utuh dalam kondisi yang selaras, serasi, dan seimbang menjadi dasar kehidupan manusia Indonesia yang meliputi juga pendidikannya.

B.     PANCASILA DAN PENDIDIKAN
Di dalam Pancasila terdapat nilai – nilai pendidikan, yaitu pada sila – sila Pancasila.
1.      Penjelasan Sila Pertama
 Sila pertama berbunyi “ Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sila pertama ini berlambang Bintang. Artinya adalah menerangi dan memberi cahaya bagi bangsa dan negara. Terus memberi cahaya seperti tuhan yang maknanya adalah jalan terang agar negara dapat menempuh jalan yang benar. Kaitannya dengan kepercayaan pada satu Tuhan. Bangsa menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pengertiannya bahwa Indonesia mempercayai adanya Tuhan. Namun, pada zaman dahulu ada masyarakat Indonesia yang menganut aliran Animisme dan aliran dinamisme. Aliran – aliran kepercayaan tersebut merupakan kepercayaan turun – temurun dari nenek moyang mereka dan diyakini kebenarannya.
Animisme berasal dari bahasa Latin, yaitu anima yang berarti ‘roh’. Kepercayaan kepada makhluk halus dan roh. Keyakinan ini banyak dianut oleh bangsa – bangsa yang belum bersentuhan dengan agama wahyu. Paham Animisme mempercayai bahwa setiap benda di bumi ini seperti laut, gunung, hutan, gua atau tempat – tempat tertentu mempunyai jiwa yang mesti di hormati agar jiwa tersebut tidak mengganggu manusia atau bahkan membantu mereka dalam kehidupan ini.
Banyak kepercayaan Animisme yang berkembang di masyarakat, seperti kepercayaan masyarakat Nias yang meyakini bahwa tikus yang sering keluar masuk rumah adalah jelmaan dari roh wanita yanng meninggal dalam keadaan melahirkan. Atau keyakinan bahwa roh orang yang sudah meninggal bisa masuk ke dalam jasad binatang, seperti babi hutan dan harimau. Biasanya roh tersebut akan membalas dendam terhadap orang yang pernah menyakitinya ketika hidup. Kepercayaan semacam ini hampir sama dengan keyakinan reinkarnasi. Reinkarnasi sendiri tidak lain adalah pemahaman masyarakat Hindu dan Budha yang percaya bahwa manusia yang sudah mati bisa kembali lagi ke alam dunia dalam wujud yang lain. Jika orang tersebut baik selama hidupnya, biasanya ia akan berinkaranasi dalam wujud merpati. Namun, jika dikenal dengan perangainya yang buruk, maka ia akan kembali hidup dalam wujud seekor babi.
Dinamisme berasal dari bahasa Yunani yaitu dunamos sedangkan dalam bahasa Inggris berarti dynamic dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan arti kekuatan, daya, atau kekuasaaan. Definisme dari dinamisme memiliki arti tentang kepercayaan terhadap benda – benda di sekitar manusia yang diyakini memliki kekuatan ghaib. Dalam ensiklopedi umum, dijumpai definisi dinamisme sebagai kepercayaan keagamaan primitif yang ada pada zaman sebelum kedatangan agama Hindu di Indonesia. Dinamisme disebut juga preanisme, yang mengajarkan bahwa tiap – tiap benda atau makhluk mempunyai daya dan kekuatan. Maksud dari arti tadi adalah kesaktian dan kekuatan yang berada dalam zat suatu benda dan diyakini mampu memberikan manfaat atau marabahaya. Kesaktian itu bisa berasal dari api, batu – batuan, air, pepohonan, binatang atau bahkan manusia sendiri.
Dinamisme lahir dari rasa kebergantungan manusia terhadap daya dan kekuatan lain yang berada di luar darinya. Setiap manusia akan selalu merasa butuh dan harap kepada zat lain yang dianggapnya mampu memberikan pertolongan dengan kekuatan yang dimilikinya. Manusia tersebut mencari zat lain yang akan dia sembah yang dengannya ia merasa tenang jika ia selalu berada disamping zat itu. Sebagai contoh, ketika manusia mendapatkan bahwa api memiliki daya panas, maka ia akan menduga bahwa apilah yang paling berhak ia sembah, karena api telah memberikan pertolongan kepada mereka ketika mereka merasa dingin. Ia mengira bahwa api memiliki kekuatan misteri yang tidak mungkin dimiliki oleh manusia sehingga ia akan menyembahnya. Atau contoh lainnya, seperti penyembahan masayarakat Jepang terhadap matahari. Mereka sangat mengagungkan dan menghormati matahari karena percaya bahwa matahari lah yang pantas disembah disebabkan kekuatan sinarnya yang memancar ke seluruh dunia.
Seiring dengan berkembangnya pengetahuan, pola pikir mansia ikut berubah. Orang tidak lagi percaya kepada aliran animisme maupun dinamisme yang percaya terhadap kekuatan dari roh dan benda – benda. Masuknya agama – agama baru ke Indonesia seprti Hindu dan Budha, membuat semakin gugurnya keyakinan mereka akan aliran – aliran tersebut. Sampai sekarang terdapat 6 agama yang diakui di Indonesia. Yaitu, Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Koguchu.
Diantara kehidupan beragama di Indonesia dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk – pemeluk agama. Sikap yang demikian akan memudahkan dibinanya kerukunan hidup di antara umat beragama. Keakraban antara agama ini tercermin dalam kehidupan sehari – hari, seperti saling mengunjungi atau bersilaturahmi pada hari besar / hari suci agama masing –masing.
Indonesia adalah negara yang mementingkan agama. Hal itu dapat dibuktikan dengan diajarkannya agama sebagai mata pelajaran di sekolah. Sekolah sebagai lembaga formal berkewajiban membantu muridnya hidup sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya. Di samping itu sekolah juga mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya serta tidak memaksakan sesuatu agama kepada orang lain.
2.      Penjelasan Sila Kedua
Sila kedua berbunyi “ Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”. Sila kedua ini berlambang rantai. Memliki makna yang sangat besar dan terdiri dari rantai bulat (melambangkan perempuan) dan rantai persegi (melambangkan laki – laki). Rantai yang saling berkait melambangkan bahwa setiap rakyat (baik laki – laki maupun perempuan) harus bersatu padu untuk bisa menjadi kuat seperti rantai.
Terdapat dua nilai di dalam sila kedua dari pancasila ini.
 Yang pertama adalah kemanusiaan yang adil. Kata “adil” dalam bahasa Indonesia berasal dari kosa kata bahasa Arab “al ‘adl” yang artinya sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak – hak seesorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan. Seorang filsuf yang hidup pada masa kejayaan peradaban Yunani Kuno, yaitu Plato pernah berpendapat bahwa keadilan adalah salah satu dari empat kebajikan pokok atau keutamaan yang harus dimiliki oleh setiap manusia dari berbagai golongan. Menurut Plato, keadilan adalah pemelihara kesatuan dan keutuhan jiwa manusia serta pemelihara kesatuan dan keutuhan negara. Pendapat Plato ini dapat dibenarkan jika melihat kondisi negara Indonesia tentang panegakan keadilan saat ini. Banyak terjadi perpecahan dan permusuhan akibat tidak terpeliharanya keadilan.
Keadilan merupakan sesuatu yang harus selalu ditegakkan dari sisi manapun dan dari hal sekecil apapun. Seperti yang dikutip dari penyataan yap Thian Hien, seseorang yang mengabdikan seluruh hudupnya demi menegakkan keadilan dan HAM, yaitu “ Tegakkan keadilan, sekalipun langit runtuh “. Di Indonesia keadilan diwujudkan dalam bentuk Hukum. Yang bersalah akan dijerat dengan undang – undang dari pasal – pasal yang berkaitan. Namun dalam pelaksanaannya, tidak sedikit di negeri ini yang kita jumpai kasus peradilan yang jauh dari kata keadilan.
Yang kedua adalah kemanusiaan yang beradab. Menurut Kaelan (2000), manusia yang beradab adalah manusia yang mampu melaksanakan hakikatnya sabagai manusia. Kebalikannya adalah manusia yang biadab atau dikenal dengan istilah barbar. Secara sempit orang yang beradab diartikan sebagai oarang yang perlakuannya tidak sopan, tidak berakhlak dan tidak berbudi pekerti yang mulia. Orang yang biadab juga tidak mampu menyeimbangkan antara cipta , rasa dan karsanya sebagai manusia. Kemanusiaan yang beradab berarti menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan – kegiatan kemanusiaan dan berani membela kebenaran. Atas dasar inilah negara kita turut berusaha untuk mencapai perdamaian dunia dan ikut mengembangkan bangsa lain yang ditimpa bencana alam atau korban peperangan.
Sekolah bertanggung jawab untuk menanamkan sikap ini kepada peserta didik. Upaya dapat dicapai dengan bermacam – macam kegiatan. Kegiatan yang patut dilakukan oleh sekolah dalam mengupayakan dan membina sila ini antara lain adalah :
1)      Dalam setiap kegiatan belajar – mengajar, guru harus menghargai , adil dan memperlakukan murid secara wajar sebagai individu yang punya kelebihan dan keterbatasan.
2)      Melalui mata pelajaran, pengembangan aspek efektif sebagai salah satu aspek kepribadian yang patut diperhitungkan.
3)      Melalui mata pelajaran yang membicarakan masalah – masalah dunia serta hubungan internasional seperti dalam pelajaran sejarah dan kewarganegaraan.
4)      Melalui kegiatan ekstrakurikuler, seperti kegiatan pramuka dan gotong royong. Sikap ini dapat dikembangkan.

3.      Penjelasan Sila Ketiga
Sila ketiga berbunyi “ Persatuan Indonesia “. Sila ketiga berlambangkan Pohon Beringin. Pohon beringin merupakan pohon yang memiliki ranting luas yang dapat menjadi tempat berteduh yang menyejukkan. Selain itu, pohon beringin juga memiliki akar yang sangat kuat dan menjalar dimana – mana, seperti keanekaragaman suku dan bangsa Indonesia yang harus tetap bersatu.
Dari segi bahasa “ persatuan “ berarti ikatan atau kumpulan. Sedangkan menurut istilah persatuan adalah kumpulan individu menjadi satu kesatuan. Jadi dapat diartikan bahwa persatuan Indonesia merupakan sebuah cita – cita luhur bangsa Indonesia atas keutuhan dan kesatuan antar masyarakat di Indonesia.
Manusia Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Ini berarti bahwa manusia Indonesia sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa kalau diperlukan. Sikap rela berkorban dilandaskan rasa cinta tanah air dan bangsanya. Persatuan dikembangkan atas dasar Bhinneka Tunggal Ika dengan memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan bangsa. Sekolah  berkewajiban memupuk rasa kebangsaan dalam hati sanubari peserta didik. Hal ini sangat perlu sebab  negara kita terdiri atas beribu – ribu pulau yang didiami oleh bermacam – macam suku bangsa. Masing – masing suku bangsa mempunyi bahasa, kebiasaan serta adat istiadat yang berbeda. Kalau rasa kebangsaan ini kurang mendapat perhatian, kemungkinan timbul rasa kedaerahan atau provensisme yang membahayakan kesatuan bangsa.
Sekolah merupakan lembaga yang utama untuk memupuk rasa kebangsaan. Sila ini dapat dikembangkan pada peserta didik melalui berbagai cara antara lain :
1)      Mengaitkan setiap mata pelajaran dengan rasa cinta terhadap persatuan ini terutama dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila, Sejarah Nasional, dan Bahasa Indonesia. Memahami isi yang terkandung dalam mata pelajaran tersebut, menyadarkan peserta didik akan kekayaan Indonesia dan bagaimana perjuangan bangsa untuk menegakkan negara Indonesia.
2)      Memperingati hari – hari kebangsaan, upacara bendera, sumpah pemuda dan peristiwa – peristiwa lainnya. Yang penting ditekankan adalah menanamkan perasaan kesatuan sebagai bangsa.

4.      Penjelasan Sila Keempat
Sila keempat berbunyi “ Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan “. Sila keempat berlambangkan Kepala Banteng. Kepala banteng memiliki makna bahwa hewan yang suka berkumpul dan memiliki kepala yang tangguh. Banteng merupakan hewan yang memiliki jiwa sosial yang tinggi dan suka berkumpul. Artinya kita harus rajin bermusyawarah dalam menyelesaikan suatu masalah dalam mengambil keputusan.
Sejalan dengan sistem demokrasi yang dianut, bangsa Indonesia menjunjung tinggi kebebasan. Yaitu tidak memaksakan sesuatu kepada orang lain yang tidak sesuai dengan kehendak orang tersebut. Sehingga dalam menghadapi suatu masalah, bukan kehendak seseorang yang dikedepankan, melainkan dengan mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
Dalam kalimat ‘kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan...’ dapat diartikan bahwa pemimpin yang memgang amanah rakyat, harus memiliki sifat tangguh,( seperti lambang kepala banteng) dan pantang menyerah. Serta berjiwa kesatria, adil dan bijaksana dalam mengambil keputusan apapun. Menurut Amara Raksasatya dan M. Irfan Islamy ( 2002), kebijaksanaan adalah suatu taktik atau strategi tertentu dalam mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu suatu kebijaksanaan memuat 3 (tiga) elemen, yaitu : pertama, identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai ; kedua, taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan ; ketiga, penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.
Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam pengambilan suatu keputusan, haruslah mempertimbangkan beberapa hal. Tujuan adalah hal terpenting. Kemudian strategi juga diperlukan untuk perwujudan keputusan. Kemudian dilaksanakan dengan langkah – langkah yang nyata.
Sila ini menyatakan bahwa manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Dasar ini menjamin hak warganya sebagai dalam arti sepenuhnya. Pada dasarnnya tidak boleh ada suatu kehendak yang dipaksakan pada pribadi lain. Keputusan diusahakan secara musyawarah dan bersifat kekeluargaan. Pembicaraan dalam musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Di samping itu, keputusan yang diambil harus dapat mempertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat Indonesia serta nilai – nilai kebenaran, keadilan dan mengutamakan kesatuan dan persatuan. Nilai yang terkandung dalam sila ini mempunyai pengaruh yang besar bagi pendidikan, baik dalam hubungan dan sikap orang tua terhadap anak, maupun guru terhadap murid.
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar – mengajar, guru hendaknya memberi kesempatan kepada murid – murid untuk mengemukakan pendapat, misalnya dalam menetapkan peraturan yang akan dibuat, dalam perencanaan bahan pelajaran dan tentang kegiatan belajar – mengajar yang akan dilakukan. Penggunaan metode diskusi dalam kelompok, metode tanya jawab, memberi kesempatan lebih banyak kepada mereka untuk melatih diri untuk menerapakan prinsip – prinsip yang terkandung dalam sila ini. Guru haruslah memberi kebebasan kepada murid untuk mengemukakan pendapat dan kebebasan untuk bergerak dalam mengerjarkan tugas. Kebebasan yang disini maksudnya adalah kebebasan yang terbatas, dimana disiplin dan aturan tetap diperhatikan.
5.      Penjelasan Sila Kelima
Sila kelima berbunyi “ Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia “. Sila kelima dilambangkan dengan Padi dan Kapas. Padi dan kapas melambangkan kebutuhan dasar manusia, padi yang menjadii dasar untuk makanan pokok dan kapas untuk kebutuhan dasar sandang. Jadi, lambang ini bertujuan untuk memberikan kebutuhan dasar setiap bangsa Indonesia secara merata dan adil.
‘keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’  mengartikan bahwa seluruh rakyat Indonesia harus mendapat keadilan yang menyeluruh dan rata, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, menghormati orang lain, suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama dan suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Sila ini menyatakan bahwa manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk itu dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekelurgaan serta kegotong – royongan.
Demikianlah pula perlu dipupuk dan dikembangkan sikap suka memberi pertolonngan, sikap suka bekerja keras dan menghargai karya orang lain yang memberi manfaat untuk kesejahteraan bersama. Sikap – sikap demikian harus dikembangkan di sekolah. Anak ditanamkan sikap menghormati setiap jenis pekerjaan yang jujur. Keterampilan – keterampilan yang memanfaaatkan bahan baku yang ada pada lingkungan sekolah supaya dilatihkan, bekerja dalam kelompok merupakan wadah yang paling baik untuk menanamkan sikap kebersamaan, bekerja untuk mencapai tujuan bersama.
C.     MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA
Mutu adalah sebuah proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan. Mutu bukanlah benda magis atau sesuatu yang rumit. Mutu didasarkan pada akal sehat. Menurut Philip B. Crosby, mutu adalah kesesuaian dengan apa yang disyaratkan. Sebuah produk dapat memiliki mutu atau kualitas apabila sesuai dengan standarisasi yang telah ditentukan, standarisasi tersebut mencakup bahan baku sebuah produk dan mutu setelah menjadi barang jadi.
Dari pendapat ahli tersebut, dapat diartikan bahwa mutu pendidikan adalah kualitas pendidikan. Dimana ada komponen – komponen pendidikan yang harus sesuai dengan standarisasi yang telah ditentukan, seperti tujuan pendidikan, subjek didik, peserta didik, isi materi, metode/alat dan lingkungan. Kesemuanya itu disebut dengan bahan baku, kemudian melalui proses yang disebut belajar – mengajar dan menghasilkan produk yang disebut sebagai lulusan berkulitas.
a.      Hakikat Mutu dalam Pendidikan
1.      Menciptakan Konsistensi Tujuan
Menciptakan konsistensi tujuan untuk memperbaiki layanan siswa, dimaksudkan untuk menjadikan sekolah sebagai yang kompetitif dan berkelas dunia.
2.      Mengadopsi Filosofis Mutu Total.
Pendidikan berada dalam lingkungan yang benar – benar kompetitif dan hal tersebut dipandang sebagai salah satu alasan mengapa Amerika kalah dalam keunggulan kompetitifnya. Sistem sekolah mesti menyambut baik tantangan untuk berkompetisi dalam sebuah perekonomian global. Setiap anggota sistem sekolah mesti belajar keterampilan baru untuk mendukung rvolusi mutu. Orang mesti berkeinginan untuk menerima tantangan mutu. Orang mesti bertanggung jawab untuk memperbaiki mutu produk atau jasa yang diberikannya pada kostumer internal dan eksternal. Setiap orang mesti belajar menjalankan pekerjaannya secara efisien dan produktif. Setiap orang mesti mengikuti prinsip – prinsip mutu.
3.      Mengurangi Kebutuhan Pengujian.
Mengurangi kebutuhan pengujian dan inspeksi yang berbasis produksi massal dilakukan dengan membangun mutu dalam layanan pendidikan. Memberikan lingkungan belajar yang menghasilkan kinerja siswa yang bermutu.
4.      Menilai Bisnis Sekolah dengan Cara Baru.
Nilailah bisnis sekolah dengan meminimalkan biaya total pendidikan. Pandanglah sekolah sebagai pemasok siswa dari kelas satu sampai kelas – kelas selanjutnya. Bekerja bersama para orang tua siswa dan berbagai lembaga untuk memperbaiki mutu siswa menjadi bagian sistem.
5.      Memperbaiki Mutu dan Produktivitas serta mengurangi Biaya.
Memperbaiki mutu dan produktivitas, sehingga mengurangi biaya, dengan melembagakan proses “ Rencanakan/Periksa/Ubah “. Gambarkan proses untuk memperbaiki, mengidentifikasi mata rantai kostumer/pemasok, mengidentifikasi bidang – bidang perbaikan, implementasikan perubahan, nilai dan ukur hasinya, dan dokumentasikaan serta standarisasikan proses. Awali siklusnya dari awal lagi untuk mencapai standar yang lebih tinggi lagi.
6.      Belajar Sepanjang Hayat.
Mutu diawali dan diakhiri dengan latihan. Bila Anda mengharapkan orang mengubah cara bekerja mereka, Anda mesti memberi mereka perangkat yang diperlukan untuk mengubah proses kerja mereka. Pelatihan memberikan perangkat yang dibutuhkan untuk memperbaiki proses kerja.
7.      Kepemimpinan dalam Pendidikan.
Merupakan tanggung jawab manajemen untuk memberikan arahan. Para manajer dalam pendidikan mesti mengembangkan visi dan misi untuk wilayah, sekolah atau jurusannya. Visi dan misi harus diketahui dan didukung oleh para guru, staf, siswa, orang tua dan komunitas. Mutu mesti terintegrasikan ke dalam pernyataan visi dan misi. Akhirnya, manajemen mesti mau mendengar. Manajemen mesti mengajarkan dan mempraktikkan prinsip – prinsip mutu.
8.      Mengeleminasikan Rasa Takut.
Lenyapkanlah bekerja karena dorongan rasa takut dari wilayah, sekolah atau jurusan, maka setiap orang akan bekerja secara efektif untuk perbakan sekolah. Ciptakanlah lingkungan yang akan mendorong orang untuk bebas berbicara. Hubungan yang memandang orang lain sebagai lawan sudah ketinggalan jaman dan kontraproduktif.
9.      Mengeliminasi Hambatan Keberhasilan.
Manajemen bertanggung jawab untuk menghilangkan hambatan yang menghalangi  orang mencapai keberhasilan dalam menjalankan pekerjaannya. Menghilangkan rintangan diantara bagian. Orang di bagian pengajaran, pendidikan luar biasa, akunting, kantin, administrasi, pengembangan kurikulum, riset dan kelompok – kelompok lain harus bekerja sebagai sebuah tim. Mengembangkan strategi – strategi gerakan : Gerakan dari kompetisi mejadi kolaborasi dengan kelompok lain ; gerakan dari resolusi kalah – menang  menjadi menang – menang  ; gerakan dari mengisolasi pemecahan masalah menjadi bersama – sama memecahkan masalah ; gerakan dari memegang informasi menjadi berbagi informasi ; gerakan dari bertahan dari perubahan menjadi menyambut baik perubahan.
10.  Menciptakan Budaya Mutu.
Ciptakanlah budaya mutu. Jangan biarkan gerakan menjadi bergantung pada seseorang atau sekolompok orang. Ciptakanlah budaya mutu yang mengembangkan tanggung jawab pada setiap orang.
11.  Perbaikan Proses.
Tidak ada proses yang pernah sempurna ; karena itu, carilah cara terbaik, proses terbaik, terapakan budaya tanpa pandang bulu. Menemukan solusi harus didahulukan dan bukan mencari – cari kesalahan. Hargailah orang atau kelompok yang mendorong terjadinya perbaikan.
12.  Membantu Siswa Berhasil.
Hilangkanlah rintangan yang merampok hak siswa, guru atau administrator untuk memiliki rasa bangga pada hasil karyanya. Orang mesti berkeinginan untuk terlibat dan pekerjaannya diselesaikan dengan baik. Tanggung jawab semua administrator pendidikan mesti diubah dari kuantitas menjadi kulalitas.
13.  Komitmen.
Manajemen mesti memiliki komitmen terhadap budaya mutu. Manajemen mesti berkemauan untuk mendukung memperkenalakan cara baru dalam mengerjakan sesuatu ke dalam sistem pendidikan. Manajemen mesti mendukung tujuan dengan memberikan sarana untuk mencapai tujuan tersebut atau resiko munculnya ketidak senangan di dalam sistem. “ Kerjakan dengan tepat pada kesempatan pertama “ merupakan tujuan utama. Para pegawai menjadi frustasi bila manajemen tidak mau mengerti masalah yang dihadapi para pegawai dalam mencapai tujuan atau tidak peduli untuk mencari penyelesaian terhadap masalah.
14.  Tanggung Jawab.
Biarkanlah setiap orang di sekolah untuk bekerja menyelesaikan. Transformasi mutu. Transformasi merupakan tugas setiap orang.
b.      Sejarah Perkembangan Mutu Pendidikan di Indonesia
Berbicara tentang mutu pendidikan di Indonesia, tidak terlepas dari peran sejarah pendidikan. Berikut adalah refleksi kualitas pendidikan di Indonesia.
Perkembangan kualitas pendidikan di Indonesia telah berlangsung dalam empat era yaitu : 1). Era kolonial, 2). Era Orde Lama, 3). Era Orde Baru, 4). Era Reformasi.
1.      Era kolonial
Pada jaman kolonial pendidikan hanya diberikan kepada para penguasa serta kaum feodal. Pendidikan hanya cukup diberikan untuk memenuhi kebutuhan dasar penguasa kolonial. Pendidikan diberikan hanya terbatas kepada rakyat di sekolah – sekolah 2 atau ongko loro. Sungguhpun standar yang dipakai untuk mengukur kualitas rakyat pada waktu itu diragukan karena sebagian besar rakyat tidak memperoleh pendidikan seperti pendidikan rakyat 3 tahun, pendidikan rakyat 5 tahun, telah menghasilkan pemimpin masyarakat bahkan menghasilkan pemimpin – pemimpin gerakan nasional. Pendidikan kolonial untuk golongan bangsawan serta penguasa tidak diragukan lagi mutunya. Para pemimpin nasional kita kebanyakan memperoleh pendidikan di sekolah – sekolah kolonial bahkan beberapa mahasiswa yang dapat melanjutkan di Universitas terkenal di Eropa. Dalam sejarah penididikan kita dapat kita katakan bahwa intelegensi bangsa Indonesia tidak kalah dengan kaum penjajah. Masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada waktu itu adalah kekurangan kesempatan yang sama yang diberikan kepada semua anak bangsa. Oleh sebab itu di dalam Undang – Undang Dasar 1945 dinyatakan dengan tegas bahwa pemerintah akan menyusun suatu sistem pendidikan nasional untuk rakyat, untuk semua bangsa.
2.      Era orde lama
Masa revolusi pendidikan nasonal mulai meletakkan dasar – dasarnya. Pada masa revolusi sangat terasa terbatas, tetapi bangsa kita dapat melaksanakan pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Kita dapat merumuskan Undang – Undang Pendidikan No. 4/1950 junto no.12/1945. Kita dapat membangun sistem pendidikan yang tidak kalah mutunya. Para pengajar, pelajar melaksanakan tugasnya dengan sebaik – baiknya walaupun terbatas. Dengan segala keterbatasan itu memupuk pemimpin – pemimpin nasional yang dapat mengatasi masa pancaroba seperti rongrongan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sayang sekali pada akhir era ini pendidikan kemudian dimasuki oleh politik praktis atau mulai dijadikan kendaraan politik. Pada masa itu dimulai pendidikan indoktrinasi yaitu menjadikan pendidikan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan Orde Lama.
Pada Orde Lama sudah mulai diadakan ujian – ujian negara yang terpusat dengan sistem kolonial yang serba ketat tetapi tetap jujur dan mempertahankan kualitas. Hal ini didukung karena jumlah sekolah belum begitu banyak dan guru – guru yang ditempa pada zaman kolonial. Pada zaman itu siswa dan guru dituntut disiplin tinggi. Guru belum berorientasi kepada yang material tetapi kepada yang ideal. Citra guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang diciptakan era Orde Baru sebenarnya telah dikembangkan pada Orde Lama. Kebijakan yang diambil pada Orde Lama dalam bidang pendidikan tinggi yaitu mendirikan universitas di setiap provinsi. Kebijakan ini bertujuan untuk lebih memberikan kesempatan memperoleh pendidikan tinggi. Pada waktu itu pendidikan tinggi yang bermutu terdapat di Pulau Jawa seperti UI, IPB, ITB, Gajah Mada dan UNAIR, sedangkan di provinsi – provinsi karena kurangnya persiapan dosen dan keterbatasan sarana dan prasarana mengakibatkan kemerosotan mutu pendidikan tinggi mulai terjadi.
3.      Era orde baru
Dalam era ini dikenal sebagai era pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya INPRES Pendidikan Dasar. Tetapi sayang sekali INPRES Pandidikan Dasar belum ditindak lanjuti dengan peningkatan kualitas tetapi kuantitas. Selain itu sistem ujian negara (EBTANAS) telah berubah menjadi bumerang yaitu penentuan kelulusan siswa menurut rumus – rumus tertentu. Akhirnya di tiap – tiap lembaga pendidikan sekolah berusaha untuk meluluskan siswanya 100%. Hal ini berakibat pada suatu pembohongan publik dan dirinya sendiri dalam masyarakat. Oleh sebab itu era Orde Baru pendidikan telah dijadikan sebagai indikator palsu mengenai keberhasilan pemerintah dalam pembangunan.
Dalam era pembangunan nasional selam lima REPELITA yang ditekankan ialah pembangunan ekonomi sebagai salah satu dari TRILOGI pembangunan. Maka kemerosotan pendidikan nasional telah berlangsung. Dari hasil manipulasi ujian nasional sekolah dasar kemudian meningkat ke sekolah menengah dan kemudian meningkat ke sekolah menengah tingkat atas dan selanjutnya berpengaruh pada mutu pendidikan tinggi. Walaupun pada waktu itu pendidikan tinggi memiliki otonomi dengan mengadakan ujian masuk melalui UMPTN, tetapi hal tersebut tidak menolong. Pada akhirnya hasil EBTANAS juga dijadikan indikator penerimaan di perguruan tinggi. Untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi maka pendidikan tinggi negeri mulai mengadakan penelusuran minat dari para siswa SMA yang berpotensi. Cara tersebut kemudian diikuti oleh pendidikan tinggi lainnya. Di samping perkembangan pendidikan tinggi dengan usahanya untuk mempertahankan dan meningkatkan mutunya pada masa Orde Baru muncul gejala yaitu tumbuhnya perguruan tinggi swasta dalam berbagai bentuk. Hal ini berdampak pada mutu perguruan semakin menurun walaupun dibentuk KOPERTIS – KOPERTIS sebagai bentuk birokrasi baru.

4.      Era reformasi
Indonesia sejak tahun 1998 merupakan era transisi dengan tumbuhnya proses demokrasi. Demokrasi juga telah memasuki dunia pendidikan nasional antara lain dengan lahirnya Undang – Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam bidang pendidikan bukan lagi merupakan tanggung jawab pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada tanggung jawab pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang – Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, hanya beberapa fungsi saja yang tetap berada di tangan pemerintah pusat. Perubahan dari sistem yang sentralisasi ke desentralisasi akan membawa konsekuensi – konsekuensi yang jauh di dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Selain perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi yang membawa banyak perubahan juga bagaimana untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam menghadapi persaingan bebas abad ke – 21. Kebutuhan ini ditampung dalam Undang – Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta pentingnya tenaga guru dan dosen sebagai ujung tombak dari reformasi pendidikan nasional.
Sistem Pendidikan Nasional Era Reformasi yang diatur dalam Undang – Undang No. 20 Tahun 2003 diuraikan dalam indikator – indikator akan keberhasilan atau kegagalannya, maka lahirlah Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang kemudian dijelaskan dalam Permendiknas RI. Di dalam masyarakat Indonesia dewasa ini muncul banyak kritikan baik dari praktisi pendidikan maupun dari kalangan pengamat pendidikan mengenai pendidikan nasional yang tidak mempunyai arah yang jelas. Dunia pendidikan sekarang ini bukan merupakan pemersatu bangsa tetapi merupakan suatu ajang pertikaian dan persemaian manusia – manusia yang berdiri sendiri dalam arti yang sempit, mementingkan diri dan kelompok.
Menurut H.A.R. Tilaar, hal tersebut disebabkan adanya dua kekuatan besar yaitu kekuatan politik dan kekuatan ekonomi.
Kekuatan Politik :
Pendidikan masuk ke dalam subordinasi dari kekuatan – kekuatan politik praktis, yang berarti pendidikan telah dimasukkan ke dalam perebutan kekuasaan partai – partai politik, untuk kepentingan kekuatan golongannya. Pandangan politik ditentukan oleh dua paradigma yaitu paradigma teknologi dan paradigma ekonomi. Paradigma teknologi mengedepankan pembangunan fisik yang menjamin kenyamanan hidup manusia. Paradigma ekonomi lebih mengedepankan pencapaian kehidupan modern dalam arti pemenuhan – pemenuhan kehidupan materiil dan mengesampingkan kebutuhan non materiil duniawi. Contoh pengembangan dana 20%.
Kekuatan Ekonomi :
Manusia Indonesia tidak terlepas dari modernisasi seperti teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Neoliberalisme pendidikan membawa dampak positif dan negatif. Positifnya yaitu pendidikan menunjang perbaikan hidup dan nilai negatifnya yaitu mempersmpit tujuan pendidikan atas pertimbanagn efisiensi, produksi dan menghasilkan manusia – manusia yang dapat bersaing, yaitu pada profit orientif yang mencari keuntungan sebesar – besarnya terhadap investasi yang dilaksanakan dalam bidang pendidikan.
Demi mencapai efisiensi dan kualitas pendidikan maka disusunlah beberapa upaya standarisasi. Untuk usaha tersebut maka muncul konsep – konsep seperti : Ujian Nasional. Dalam menyusun RENSTRA Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005 – 2009 lebih menekankan pada manajemen dan kepemimpinan bukan masalah pokok yaitu pengembangan anak Indonesia. Anak Indonesia dijadikan alat untuk menggulirkan suatu tujuan ekonomis yaitu pertumbuhan, keterampilan, penguasaan skil yang dituntut dalam pertumbuhan ekonomi.
c.       Faktor – faktor Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan Di Indonesia
Sayangnya berdasarkan data The Learning Curve Pearson 2014, Indonesia meraih peringkat paling akhir terkait dengan mutu pendidikannya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Ada  beberapa faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Yaitu :
1.      Pembelajaran Hanya Pada Buku Paket.
Di Indonesia telah berganti beberapa kurikulum dari KBK menjadi KTSP. Hampir setiap menteri mengganti kurikulum lama dengan kurikulum yang baru. Namun adakah yang berbeda dari kondisi pembelajaran di sekolah – sekolah? Tidak. Karena pembelajaran di sekolah sejak jaman dulu masih memakai Kurikulum Buku Paket. Sejak era 60 – 70an, pembelajaran di kelas tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Apapun kurikulumnya, guru hanya mengenal buku paket. Materi dalam buku paketlah yang menjadi acuan pengajaran guru. Sebagian guru tidak pernah mencari sumber referensi lai sebagai acuan belajar.
2.      Pembelajaran Dengan Metode Ceramah.
Metode pembelajaran yang menjadi favorit guru mungkin hanya satu, yaitu metode berceramah. Karena berceramah itu mudah dan ringan, tanpa modal, tanpa tenaga, tanpa persiapan yang rumit, metode ceramah menjadi metode terbanyak yang dipakai guru karena memang hanya itulah metode yang  benar – benar di kuasai sebagian besar guru, pernahkah guru mengajak anak berkeliling sekolahnya untuk belajar? Pernahkah guru membawa seorang ilmuwan langsung datang di kelas untuk menjelaskan profesinya? Mungkin hanya satu alasannya, yaitu biaya.
3.      Kurangnya Sarana Belajar.
Sebenarnya, perhatian pemerintah itu sudah cukup, namun masih kurang cukup.


4.      Peraturan Yang Terlalu Mengikat.
Ini tentang KTSP, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang seharusnya sekolah memiliki kurikulum sendiri sesuai dengan karakteristiknya. Namun apa yang terjadi? Karena tuntutan RPP, SILABUS yang ‘membelenggu’ kreatifitas guru dan sekolah dalam mengembangkan kekuatannya. Yang terjadi RPP banyak yang jiplakan. Padahal RPP seharusnya unik sesuai dengan kondisi masing – masing sekolah. Administrasi – administrasi yang ‘membelenggu’ guru, yang menjadikan guru lebih terfokus pada administrator, sehingga guru lupa fungsi utama lainnya sebagai mediator, motivator, akselerator, fasilitator dan lainnya.
5.      Guru Tidak Menanamkan Soal “Bertanya”.
Lihatlah pembelajaran di ruang kelas. Sepertinya sudah diseragamkan. Anak duduk rapi, tangan dilipat di meja, mendengarkan guru menjelaskan. Seolah – olah anak ‘dipaksa’ mendengat dan mendapatkan informasi sejak pagi sampai siang, belum lagi ada sekolah yang menerapkan Full Days. Anak diajarkan cara menyimak dan mendengarkan penjelasan guru, sementara kompetensi bertanya tak disentuh. Anak – anak dilatih sejak TK untuk diam saat guru menerangkan, untuk mendengarkan guru. Akibatnya siswa tidak dilatih untuk bertanya. Siswa tidak dibiasakan bertanya, akibatnya siswa tidak berani bertanya. Selesai mengajar, guru meminta anak untuk bertanya. Heninglah suasana kelas. Yang bertanya biasanya anak – anak itu saja.
6.      Metode Pertanyaan Terbuka Tidak Dipakai.
Salah satu ciri negara Finlandia yang merupakan negara peringkat pertama kualitas pendidikannya adalah dalam ujian guru memberika soal terbuka, siswa boleh menjawab soal dengan membaca buku. Sedangkan di Indonesia? Tidak mungkin, guru pasti sudah berpikir, “nanti banyak yang nyontek dong,” begitu kata seorang guru. Guru Indonesia belum siap menerapakan ini karena masih kesulitan membuat soal terbuka. Soal terbuka solah – olah beban berat. Mendingan soal tertutup atau soal pilihan ganda, menilainya mudah, begitu kira – kira alasan guru sekarang.
7.       Fakta Tentang Menyontek.
Siswa menyontek itu biasa terjadi, tapi, guru tidak akan lelah untuk memperingantkannya.

BAB III

PENERAPAN  LANDASAN FILOSOFIS PANCASILA BAGI PENDIDIKAN SD

Pada bab – bab sebelumnya, telah dibahas satu persatu hubungan sila – sila Pancasila terhadap pendidikan, serta bagaimana mutu pendidikan di Indonesia yang dewasa ini telah jauh dari yang diharapkan. Kebanyakan orang menyepelekan makna yang terkandung dalam pancasila itu sendiri. Penyimpangan -  penyimpangan yang terjadi sebenarnya berawal dari tidak menerapkan nilai – nilai yang terkandung dalam pancasila. Oleh karena itu, memaknai kandungan nilai – nilai dalam pancasila seperti nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kemasyarakatan serta sebuah keadilan merupakan suatu hal yang perlu diterapkan melalui pendidikan karakter agar bangsa Indonesia menjadi manusia yang taat beragama, berkemanusiaan, adil dan beragama bagi dirinya, orang lain, bangsa dan negara.
Penerapan nilai – ilai pancasila dalam pendidikan, tidak bisa dilepaskan dari pendidikan karakter. Menurut puskur (2010 : 8 ) pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan dan menerapkan nilai – nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
Nilai Pendidikan Karakter tersebut diantaranya adalah :
1.      Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.      Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.
3.      Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari diri sendiri.
4.      Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5.      Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh – sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas serta menyelesaikan tugas dengan sebaik – baiknya.
6.      Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7.      Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas – tugas sendiri.
8.      Demokratis
Cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9.      Rasa ingin tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.
10.  Cinta tanah air
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lngkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa.
11.  Bersahabat
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.
12.  Cinta damai
Sikap, perkataan dan tindakan  yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran diri.
13.  Peduli sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
14.  Semangat kebangsaan
Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
15.  Menghargai prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mngakui serta menghormati keberhasilan orang lain.
16.  Peduli lingkungan
Sikap dan tidakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya – upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudan terjadi.
17.  Tanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Penerapan atau penanaman nila – nilai setiap butiran pancasila adalah sebagai berikut :
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
Selalu tertib dalam menjalankan ibadah. Tidak berbohong kepada guru maupun teman, bersyukur kepada Tuhan karena memiliki keluarga yang menyayanginya, tidak meniru jawaban teman (menyontek) ketika ulangan ataupun mengerjakan tugas di kelas. Tidak mengganggu teman yang berlainan agama dalam beribadah. Menceritakan suatu kejadian berdasarkan sesuatu yang diketahuinya, tidak ditambah – tambah ataupun dikurangi. Tidak meniru pekerjaan temannya dalam mengerjakan tugas di rumah. Percaya pada kemampuan sendiri dalam melakukan apapun, karena Allah sudah memberikan kelebihan dan kekurangan kepada setiap manusia.
2.      Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Menolong teman yang sedang kesusahan. Tidak membeda-bedakan dalam memilih teman. Berbagi makanan dengan teman lain jika sedang makan di depan teman lain. Mau mengajari teman yang belum paham dengan pelajaran tertentu. Memberikan tempat duduk kepada orang tua, ibu hamil atau orang yang lebih membutuhkan saat ada di kendaraan umum. Tidak memaki – maki teman bersalah kepada kita. Meminta maaf atau memaafkan apabila melakukan kesalahan. Hormat dan patuh kepada guru. Tidak membentak – bentaknya. Hormat dan patuh kepada orang tua.
3.      Persatuan Indonesia
Mengikuti upacara bendera dengan tertib. Bergotong royong membersihkan lingkungan sekolah. Tidak berkelahi sesama teman maupun dengan orang lain. Memakai produk – produk dalam negeri. Menghormati setiap teman yang berbeda ras dan budayanya. Bangga menjadi warga negara Indonesia. Tidak sombong dan membangga-banggakan diri sendri. Mengagumi keunggulan geografis dan kesuburan tanah wilayah Indonesia.
4.      Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
Membiasakan diri bermusyawarah dengan teman – teman dalam menyelesaikan masalah.
Memberikan suara dalam pemilihan.
Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. Menerima kekalahan dengan ikhlas apabila kalah bersaing dengan teman lain. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan  musyawarah. Berani mengkritik teman, ketua maupun guru yang bertindak semena – mena. Berani mengemukakan pendapat di depan umum. Melaksanakan segala aturan dan keputusan bersama dengan ikhlas dan bertanggung jawab.

5.      Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Berlaku adil kepada siapapun . berbagi makanan kepada teman lain dengan sama rata. Seorang ketua memberikan tugas yang merata dan sesuai dengan kemampuan anggotanya. Seorang guru memberikan pujian kepada siswa yang rajin dan memberi nasihat kepada siswa yang malas. Tidak pilih – pilih berteman. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentinga umum. Suka bekerja keras.
Berikut pentingnya penerapan nilai pancasila pada kehidupan :
1.      Menumbuhkan rasa cinta kepada Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.
2.      Menumbuhkan rasa cinta kepada anggota keluarga.
3.      Menumbuhkan rasa cinta dan hormat kepada orang tua dan orang yang lebih tua.
4.      Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
5.      Menumbuhkan rasa dan sikap toleransi.
6.      Menumbuhkan rasa dan sikap gotong royong dan bekerja sama.
7.      Menumbuhkan sikap tenggang rasa.
8.      Menumbuhkan rasa cinta kepada setiap manusia dan tidak membeda- bedakan.
9.      Menumbuhkan rasa cinta bermusyawarah untuk mufakat.
10.  Menumbuhkan rasa cinta dan suka membantu orang lain yang susah.
11.  Meningkatkan rasa persaudaraan.
12.  Berorientasi ke masa depan dan menghargai perubahan dan kemajuan (the change and progress).
13.  Demokratis dan mewujudkan “civil society”.
14.  Mampu menjauhkan segala bentuk tindakan kekerasan dan pemaksaan.
15.  Memiliki kemandirian, kedaulatan, dan independensi.
16.  Menghargai kualitas, dan menjauhkan tindakan rasial dan diskriminasi.
17.  Menghargai karya, kreativitas dan produktivitas.
18.  Memiliki daya disiplin dan kepatuhan tinggi kepada aturan dan hukum formal.
19.  Memiliki faham nasionalisme dan patriotisme yang kokoh.
20.  Memiliki moralitas kemasyarakatan dan kebudayaan.



BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Pancasila memiliki nilai-nilai luhur yang dapat dijadikan pedoman hidup dalam berbangsa dan berbegara. Penanaman dan penerapan nilai-nilai Pancasila sangat penting dan diperlukan dalam membentuk kepribadian generasi bangsa yang berkarakter dan bermoral serta mampu bersaing dalam segala bidang.
Pentingnya Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dalam Pendidikan Karakter Untuk membentuk generasi bangsa yang bermoral dan berkualitas tentunya memerlukan beberapa proses dalam penciptaanya. Salah satunya dengan membekali mereka dengan nilai-niali luhur yang terkandung dalam Pancasila sebab Pancasila merupakan Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa dalam menjalankan kehidupannya. Mereka harus memahami, memaknai dan mengamalkan keseluruhan nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila karena nilai-nilai itu dapat menjadi fondasi dan benteng bagi mereka dari berbagai pengaruh yang dapat merusak moral mereka. Dengan penerapan nilai-nilai pancasila dalam pendidikan karakter maka sikap dan prilaku yang menyimpang akan menjadi lebih baik. Dan bentuk penyimpangan-penyimpangan tidak akan terjadi pada individu yang memiliki karakter dan jiwa yang nasionalis dan patriotis.

SARAN
Diharapkan agar semua lapisan masyarakat dapat menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila tidak hanya sebatas mengetahui saja namun melaksanakannya dalam kehidupan. Dan penerapan pendidikan karakter harus ditanamkan sejak dini agar kelak nilai pancasila akan melekat dalam karakter dan kepribadian tiap individu dalam bermasyarakat agar senantiasa tercipta bangsa Indonesia yang damai.






DAFTAR PUSTAKA
Irianta, Yosal.(2005).Pendidikan Berbasis Mutu.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Salam, Burhanuddin.(2005).Pengantar Filsafat.Jakarta:Bumi Aksara.
Taupan, M.(2011).Pendidikan Kewarganegaraan.Bandung:Yrama Widya.
Zanti Arbi, Sutan.(2006).Dasar – dasar Kependidikan................................
http://www.slideshare.net/Niadianaintansari/makalah-pendidikan-pancasila-penerapan-nilai-pancasila-sebagai-pendidikan-karakter







1 komentar:

  1. Make money with virtual reality - Work-to-Earn
    The Virtual Reality (VR) หาเงินออนไลน์ is being developed as an alternative to reality and septcasino it's a big plus. The new Oculus Touch virtual 인카지노 reality headset

    BalasHapus